Pandemi Covid-19 Berdampak Pendapatan Negara dari Wisata Bromo Tengger Semeru

Warga kawasan Bromo keliling amankan situasi di masa PPKM.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

PNBP Bromo Sumbang Rp 3,7 M
Probolinggo, Bhirawa.
Pandemi Covid-19 tahun ini juga berdampak pada pendapatan negara dari wisata Bromo Tengger Semeru (BTS). Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB-TNBTS) menargetkan sumbangan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sekitar Rp 20,9 miliar. Namun, separo tahun berjalan di tahun 2021 ini, realisasinya baru Rp 3,7 miliar.

Humas BB-TNBTS Syarif Hidayat, Kamis (15/7) mengatakan, pandemi Covid-19 sejak tahun lalu membuat sektor wisata merasakan dampaknya. Bahkan, sektor wisata kelas internasional seperti Gunung Bromo. “Tahun ini pandemi masih sangat berdampak pada sektor pariwisata, termasuk Bromo Tengger Semeru,” katanya.

Menurut Syarif, pada 2020, wisata BTS ditargetkan menyumbang PNBP sekitar Rp 20,9 miliar. Namun, pandemi Covid-19 membuat kondisi wisata terganggu dan hanya terealisasi Rp 6,4 miliar.

Di tahun 2021 ini, target pendapatan dari BTS masih sama. Yaitu, Rp 20,9 miliar. Namun, realisasi pendapatan selama setengah tahun ini masih minim. Hanya Rp 3,7 miliar. Artinya, masih kurang Rp 17,2 miliar untuk mencapai target.

“Kalau target PNBP sama dengan tahun kemarin (2020), meski tidak tercapai. Yaitu sekitar Rp 20,9 miliar. Untuk realisasinya masih sangat rendah,” terangnya.

Rendahnya realisasi PNBP tidak lepas dari turunnya tingkat kunjungan di wisata BTS. Selama tahun 2020, kunjungan wisatawan hanya 196.428 orang. “Tahun ini selama setengah tahun kunjungan wisatawan sekitar 68.862 orang,” ungkapnya.

Adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa-Bali, berdampak terhadap jumlah kunjungaan wisata Gunung Bromo. Selama sepekan lebih, jumlah pengunjung sangat sepi. Sejumlah pelaku wisata mengaku omzetnya menurun dari akhir tahun 2020.

Bahkan, banyak calon pengunjung yang sudah memesan tiket secar online, jip Bromo, dan penginapan membatalkannya. Karena mereka terkendala penerapan PPKM di daerah mereka masing-masing. Meski di Bromo, tidak menerapkannya.

“Jumlah kunjungan wisata Bromo, tampak sepi. Saya dan teman-teman jasa transportasi Bromo juga sangat sepi. Bahkan sering dibatalkan oleh calon pengunjung,” kata salah satu pemilik saja jip Bromo, Choirul Umam.

Umam menjelaskan, dampak PPKM cukup terasa terhadap jumlah kunjungan wisata di kawasan Bromo. Meski di daerah pemangku wisata Bromo, tidak menerapkannya. Seperti di Kabupaten Probolinggo.

“Padahal, di Bromo tidak ada penerapan PPKM, cukup dengan surat sehat dan tiket online. Karena di daerah luar yang membuat calon pengunjung takut. Karena itu, banyak pengunjung yang membatalkan kunjungannya,” terangnya.

Hal serupa diungkapkan Yoyok, yang juga menyediakan jasa transportasi. Namun ia mengaku memaklumi karena memang ada PPKM di sejumlah daerah. “Rata-rata tamu kami dari luar, jadi kami harus menerima apapun. Tapi kami tetap optimistis dunia wisata, khususnya Bromo, akan kembali ramai dengan tetap mematuhi protokol kesehatan,” ujarnya.

Kepala Seksi Wilayah I TNBTS Sarmin membenarkan, jika jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bromo, memang cukup sepi. Bahkan, kuota 30 persen dari kondisi normal yang ditetapkan tidak pernah terpenuhi. Jumlah kunjungan masih berkisar 20 persen dari kondisi normal. “Memang jumlah pengunjung yang datang sepi. Mungkin karena penerapan PPKM atau masih pandemi Covid-19 ini,” tandasnya

Kasubbag Data, Evaluasi, Pelaporan, dan Kehumasan BB-TNBTS, Syarif Hidayat menjelaskan bahwa penutupan tersebut merupakan jalan terbaik. Utamanya untuk mengikuti aturan PPKM darurat yang ditetapkan pemerintah. TNBTS juga melakukan penutupan sama seperti lamanya PPKM darurat yakni tanggal 3-20 Juli.

“Kabar ini mungkin memang kurang menggembirakan. Sebab, sudah banyak wisatawan yang rindu dengan Bromo dan Semeru. Tetapi kembali lagi harus tertahan untuk kesekian kalinya,” paparnya. Meminta semua pihak memahami kebijakan ini. Selain itu, ia juga meminta semua pihak bisa berjuang bersama untuk menurunkan angka penyebaran kasus baru. Jika itu bisa dilakukan maka nantinya pariwisata bisa beroperasi kembali dengan normal.

“Untuk membantu pemerintah, semuanya harus patuh pada aturan protokol kesehatan yang berlaku. PPKM ini untuk mencegah agar kasus tak semakin tinggi,” tambahnya.(Wap)

Tags: