Pandemi Covid1-19 dan Arus Balik Warga Kota

Oleh :
Untung Dwiharjo
Peneliti pada LAZNAS YDSF, Alumnus Fisip Unair

Dunia kini dalan kondisi jungkir balik akibat Pandemi Covid-19. Salah satunya adalah arus balik warga kota ke desa. Tidak seperti biasanya warga desa banyak yang menuju kota untuk mencari rezeki (migrasi), kini yang terjadi adalah orang orang kota justru kembali ke desa untuk bisa bertahan hidup. Hal itu seperti diungkapkan Presiden Joko Widodo yang mengatakan bahwa Pandemi Covid-19 ini telah mengakibatkan perpindahan dari penduduk kota ke desa. Hal Itu terjadi karena dampak ekonomi yang cukup terasa di perkotaan akibat Pandemi Covid-19. Presiden menyebut dengan istilah “ruralisasi” sebagai kebalikan dari urbanisasi. (kumparan.com, 24/9/20).

Memang Pandemi Covid-19 serta adanya kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB) guna menekan persebaran virus gersebut di masyarakat. Akibatnya terjadi tekanan ekonomi yang dalam ke warga masyarakat di perkotaan. Dimana warga pedesaan yang mencoba peruntungan di kota banyak bergantung pada sektor informal seperti bekerja menjadi pedagang kaki lima (PKL), membuka warung kopi (warkop), pekerja serabutan dan lain sebagainya. Kini mereka terdampak karena adanya pembatasan sosial dimana interaksi antar orang dibatasi sehingga “omset” mereka turun sehingga berdampak pada pendapatan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebagai salah satu jalan keluar akhirnya mereka kembali ke desa, dimana mereka masih mempunyai jaringan sosial untuk bisa menyambung hidup.

Fenomena “Ruralisasi”

Resesi melanda dunia akibat Pandemi Covid-19. Sebagaimana diungkapkan Bank Dunia menyatakan bahwa 92 persen negara di dunia akan jatuh ke jurang resesi. Salah satunya Indonesia (JawaPos, 25/9/20). Hal itu terkonfirmasi oleh keterangan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) bahwa Indonesia mengalami resesi ekonomi di kuartal III 2020. (Jawa Pos, 25/9/20). Gejala resesi itu terasa dimana ekononomi mengalami minus 5, 32 persen pada kuartal II 2020. Sektor usaha di perkotaan terutama resto, hotel, travel dan pendidikan mengalami pukulan hebat.

Sehingga pemutusan Hubungan kerja (PHK) pun dilakukan dunia usaha dalam rangka efisiensi untuk bisa bertahan. Akibatnya banyak karyawan atau pekerja yang berasal dari desa terkena PHK. Imbasnya mereka pun menjadi pengangguran. Karena adanya pembatasan interaksi sosial yang diperlakukan oleh pemerintah (misalnya PSBB di DKI Jakarta), maka para pekerja yang terkena PHK pun tidak banyak pilihan untuk memulai usaha baru. Kalau dalam krisis 1998 dimana banyak pekerja yang terkena PHK bisa memulai usaha baru dengan membuka usaha di sektor informal, misalnya bisnis kuliner atau PKL untuk menyambung roda ekonomi rumah tangga. Tapi Tidak dengan krisis yang diakibatkan oleh Pandemi Covid-19 saat ini. Justru interaksi pertemuan antar orang dibatasi sehingga pilihan usaha hanya lewat jualan online yang sesunguhnya membutuhkan waktu.

Karena keterdesakan ekonomi maka banyak pekerja di kota kembali ke desa. Wilayah Kota-kota besar seperti DKI Jakarta dan kota besar lainya misalnya dengan adanya Pandemi Covid-19 ini “patut diduga” sebagai kota penyumbang warga kota yang kembali ke kampung halaman (desa) untuk memulai hidup baru. Menurut penulis ada empat faktor mereka kembali ke kota. Pertama, masih tingginya angka orang terkena Covid-19 yang epicentrumnya berada di kota besar. Terutama kota besar seperti DKI Jakarta. Sehingga demi keamanan diri dan keluarga maka mereka merasa lebih nyaman kembali ke desa. Kedua, Menunggu redanya Pandemi Covid-19 di desa, sambil wait and see keadaan kota besar untuk melihat kemungkinan kembali ke kota besar apabila di desa tidak ada pekerjaan tetap. Ketiga, Adanya jaringan sosial (kerabat, sanak famili) di desa yang kemungkinan masih bisa dijadikan tempat untuk mencari bantuan kehidupan baik modal maupun pekerjaan. Keempat, Banyaknya bantuan pemerintah yang digelontorkan ke desa untuk menangulangi pandemi Covid-19 seperti Dana Bansos Tunai, BLT Desa, Program Keluarga Harapan (PKH) dan serta dana Desa serta lain sebagainya.

Sehingga fenomena kembali ke desa (ruralisasi) sebenarnya semacam mekanisme alamiah untuk bertahan hidup warga kota yang berasal dari desa, karena keterdesakan ekonomi akibat Pandemi Covid-19. Fenomena ini secara teroritis bisa dijelaskan dengan apa yang disebut oleh Patrick Mc Auslan (1984) dengan “efek lompat katak” dimana banyak warga kota yang “bedol kota” untuk kembali ke desa karena situasi kota yang tidak terkedali akibat pandemi Covid-19. Sehingga terjadi apa yang disebut proses invasi dan suksesi warga kota ke desa.

Waktunya Membangun Desa

Dengan momentum banyaknya orang kota yang “mudik” ke desa karena Pandemi Covid-19 ini maka sebenarnya bisa menjadikan desa untuk menata diri lebih baik. Sehingga apa yang terjadi dengan desa “Miliader” di daerah Kabupaten Gresik bisa dijadikan contoh. Dimana kepala desa dan warganya bergotong royong untuk memajukan desa secara bersama-sama memajukan desa dengan usaha dan kerja keras akhirnya membuat desa bisa mandiri dan bisa memenuhi kebutuhan ekonomi warganya secara baik. Sehingga tidak membuat warga desanya berkeinginan untuk ke kota. Apabila fenomena desa miliader bisa “dicloning” di desa yang menjadi tujuan warga kota maka hampir pasti warga kota yang kembali ke desa tidak akan kembali ke kota.

Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah dalam membangun desa. Berikut ini usulan penulis: Pertama, di desa tempat orang kota kembali desa (desa asal) perlu dipetakan potensi yang bisa dikembangkan untuk memutar roda ekonomi warga desa. Seperti desa Sekapuk yang kini menjadi desa Miliader tersebut memetakan potensi desanya dengan wisata alam Setigi. Jadi potensi alam apa yang bisa dikembangkan di desa tujuan orang kota yang bisa dikembangkan. Kedua, memetakan produk UKM yang bisa dikembangkan untuk membuka lapangan kerja bagi warga pendatang dari kota. Sebagaimana desa Miliader memproduki setiap kampung membuat snack-snack ( makanan ringan ) yang dijual di sekitar komplek wisata Setigi. Ketiga, mematakan potensi dari pribadi warga yang kembali dari kota ke desa. Seperti pengalaman teman penulis yang kembali dari ibukota DKI Jakarta karena ada Pandemi Covid-19. Maka dirinya kembali ke desa dengan membuka usaha berjualan ayam Goreng Khas kota asalnya di bilangan daerah di Jawa Tengah. Usahanya itu dirintisnya berdasarkan pengalaman dirinya berjualan makanan di Ibu Kota Jakarta. Sekarang usahanya itu laris manis terutama dengan memanfatkan jaringan alumni sekolah dan warga sekitar. Keempat, Membangun semangat kebersamaan antar sesama penduduk yang baru kembali dari kota dan penduduk asli desa yang telah lama menetap. Hal ini diperlukan untuk mengikis rasa curiga dan membangun kebersamaan warga. Kelima, memfungsikan dana desa sebagai dana yang padat karya untuk memutar roda ekonomi desa. Ketujuh, Menyalurkan bantuan Bansos tunai, BLT desa dan PKH tepat sasaran di desa sehingga menjadi ” bantalan sosial” bagi warga kota yang kembali ke desa, selagi mereka belum bekerja.

Demikian krusial desa sekarang ini karena Pandemi Covid-19, sehingga orang kota pun harus kembali ke desa untuk mencari kehidupan ekonomi. Sungguh Keadaan ini menunjukan bahwa saatnya kita berdamai dengan alam terutama desa. Selamat Membangun desa kawan.

————– *** —————–

Tags: