Panen Melimpah, Tapi Sulit Memasarkannya

Petani di lereng Gunung Welirang di Desa Lumbang Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan, menunjukkan tanaman kopinya yang siap dipanen, Senin (1/9). Bulan Agustus-September merupakan masa panen kopi, tapi petani kesulitan menjual hasil panennya karena tidak punya pasar.

Petani di lereng Gunung Welirang di Desa Lumbang Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan, menunjukkan tanaman kopinya yang siap dipanen, Senin (1/9). Bulan Agustus-September merupakan masa panen kopi, tapi petani kesulitan menjual hasil panennya karena tidak punya pasar.

Pasuruan, Bhirawa
Kabupaten Pasuruan menjadi salah satu daerah penghasil kopi jenis Arabica dan Robusta di Jatim. Sedangkan luasan areal perkebunan kopi itu mencapai 4.000 hektar lebih yang tersebar di kawasan pegunungan, baik di kawasan Pegunungan Bromo-Tengger maupun di Pegunungan Arjuno-Welirang.
Hanya saja, potensi unggulan yang dimiliki Kabupaten Pasuruan ini tidak diimbangi dengan proses distribusi dari petani kopi ke penjualnya. Itu terjadi pada sejumlah petani seorang petani kopi di Lereng Gunung Welirang di Desa Lumbang, Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan, Senin (1/9).
Salah satunya petani kopi, Agus Sujianto (39) menyatakan pada bulan Agustus dan September merupakan masa panen kopi bagi para petani. Namun, panen kopi yang melimpah tersebut justru membuat petani kesulitan menjual hasil panennya.
“Agustus dan September panennya banyak, tapi untuk pemasarannya saya kesulitan. Anda kesini apa mau pesan kopi,” ujar Agus Sujianto kepada sejumlah wartawan di lokasi.
Diakui bagi Agus, kopi yang ditanaminya sejak empat tahun lalu biji kopi yang dihasilkan dari kebunnya masih belum maksimal. Tak semua pohon yang ditanamnya belum saatnya berbuah. Sehingga panen yang didapatkannya masih hanya sebanyak 8 kwintal atau 800 per/kg saja. “Begitu habis dipanen langsung saya jual ke tengkulak dalam kondisi basah. Harga setiap kilonya laku Rp4.500,” kata Agus Sujianto.
Tak hanya dialami Agus, petani lainnya juga mengalami hal sama untuk masalah pemasarannya. Para petani kopi hanya menginginkan perhatian pemerintah lebih dalam hal pemasaran kopi.
“Pemerintah memang menyarankan agar menanam jenis kopi torabika. Karena jenis itu harganya lebih tinggi dan kualitasnya lebih bagus. Dan saya sudah masuk paguyupan kopi, tapi hingga saat ini belum ada perhatian lebih dari pemerintah,” urai Agus Sujianto.
Terpisah, Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Kabupaten Pasuruan, Sunyono mengakui petani memang masih kesulitan untuk memasarkan hasil panennya. Menurutnya, secara tehnis upaya pembinaan terhadap petani terus dilakukan oleh pemerintah.
“Kabijakan dari pemerintah terus dilakukan, termasuk mengambil langkah-langkah strategis untuk meningkatkan kualitas dan produksi kopi. Terlebih, berupaya untuk membuka akses pasar,” papar Sunyono. [hil]

Tags: