Panen Raya, Harga Bawang di Kabupaten Probolinggo Terus Anjlok

Petani bawang merah di Probolinggo mulai panen raya.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Petani Keluhkan Harga Pupuk Subsidi Dijual Paketan dengan Pupuk Nonsubsidi
Probolinggo, Bhirawa
Harga bawang merah di Pasar Bawang Kabupaten Probolinggo terus alami penurunan. Beberapa bulan sebelumnya, harga bawang merah sempat tembus Rp 50 ribu per kilogram. Kini harga terus turun, bahkan diprediksi bulan depan harga bawang merah akan anjlok. Sebab, sejumlah daerah lain memasuki panen raya. Di lain pihak petani keluhkan harga pupuk subsidi dijual paketan dengan pupuk nonsubsidi.

Menurut petani sekaligus pengepul bawang merah di pasar Dringu, H Damanhuri, Selasa 7/7/2020 siang, suasana ramai pedagang dengan tumpukan bawang merah masih jadi tontonan utama. Tetapi, kondisi pengunjung atau pembeli yang datang tampak sepi. Sedangkan kualitas bawang merah yang ada hampir semuanya bagus.

“Sepi pembeli. Harganya juga terus turun. Sekarang harga bawang merah sekitar Rp 20 ribu sampai Rp 25 ribu. Kalau bulan-bulan sebelumnya bisa tembus Rp 45 ribu lebih,” katanya.

Sutaman, kepala Pasar Bawang Dringu saat ditemui membenarkan kondisi harga bawang merah terus turun. Ada harga berkisar Rp 20 ribu ke atas. Bawang merah kualitas super saat ini hanya sekitar Rp 28 ribu.

“Memang harga bawang merah sempat mahal sampai Rp 48 ribu. sekarang sekitar Rp 20 ribu sampai Rp 25 ribu. Tapi, harga ini sudah termasuk bagus,” katanya pada Jawa Pos Radar Bromo kemarin.

Kondisi harga bawang merah, dikatakan Sutaman, diprediksi akan terus turun. Bahkan, tidak menutup kemungkinan bulan depan harga bawang bisa anjlok. Karena bulan depan sejumlah daerah penghasil bawang merah mulai panen raya. Seperti Brebes dan Nganjuk. “Diperkirakan bulan Agustus harga sangat murah. Karena sejumlah daerah luar mulai panen raya,” ungkapnya.

Disinggung soal upaya Pemkab Probolinggo antisipasi dan mencegah anjloknya harga bawang merah? Sutaman menjelaskan, pemkab seperti tahun sebelumnya, program ekspor bawang merah untuk menjaga harga. Direncanakan tahun ini akan ekspor setelah dibuka. “Biasanya bawang merah buka untuk diekspor,” tuturnya.

Di tengah pandemi Covid-19, sekaligus harga bawang mulai anjok, petani bawang merah khususnya di Kabupaten Probolinggo ikut menjerit. Pasalnya, harga pupuk tanaman saat ini mahal. Bahkan, petani harus membayar harga pupuk subsidi dengan harga lebih. Karena pupuk subsidi dijual secara paketan dengan pupuk nonsubsidi.

Abdullah, salah satu petani asal Dringu mengatakan, kondisi musim tanam bawang merah dan padi ini tidak mendukung pada petani. Karena harga pupuk mahal dan sulit untuk mendapatkannya. Bahkan, petani diharuskan membeli pupuk paketan dengan harga lebih mahal. Sebab, pupuk paketan itu pupuk subsidi ditambah pupuk nonsubsidi. “Harganya 130.000 sampai 140.000, dapat pupuk paketan urea plus dan pupuk pelangi kira-kira 2-3 kg. Padahal, pupuk pelangi itu tidak dibutuhkan petani,” keluhnya.

Petani mengaku tidak tahu alasan toko penjual pupuk itu menjual pupuk paketan. Namun, setelah tanya ke toko pupuk lainnya, rupanya sama. Pupuk subsidi satu paket dengan pupuk nonsubsidi. Sehingga, mau tidak mau petani harus beli pupuk paketan tersebut. “Kalau pupuk subsidi sendiri harganya Rp 90 ribu untuk pupuk urea dan Rp 80 ribu pupuk ZA. Untuk dapat pupuk subsidi itu sulit,” katanya.

Selain harga pupuk mahal, diakui Abdullah, nilai harga hasil panennya tidak sesuai dengan harapan. Tahun sebelumnya, harga bawang merah di bulan yang sama bertengger di Rp. 40 ribu, demikian pula harga jagung bisa Rp 4 ribu lebih untuk per kilogram. Tetapi, saat ini harga bawang merah mulai menyentuh Rp 20 ribu per kilo, jagung hanya Rp 3 ribu sampai Rp 3.200 per kilogram. “Harga pupuk sudah mahal dan sulit, ini harga jagung hasil panen malah murah,” keluhnya.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Probolinggo Nanang Trijoko Suhartono saat dikonfirmasi mengaku, soal penjualan pupuk subsidi dipaketkan dengan pupuk nonsubsidi itu, bukan ranahnya DKPP. Sebab, pihaknya hanya menghitung berapa kebutuhan pupuk subsidi dan diserahkan pada pabrikan.

“Jika ada kebijakan pupuk subsidi harus dicampur dengan pupuk nonsubsidi, bukan ranahnya dinas. Mungkin itu strategi bisnis dari kios masing-masing,” tambahnya.(Wap)

Tags: