Panen Tembakau Tahun 2016 Diperkirakan Terburuk

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Hasil panen tembakau di berbagai daerah Indonesia tahun 2016 diperkirakan merupakan yang terburuk dalam sepuluh tahun terakhir, akibat cuaca yang tidak menentu dan membuat gagal serta kemunduran jadwal panen.
Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo, Rabu (5/10) dikonfirmasi dari Surabaya mengatakan realisasi panen tahun 2016 hingga September 2016 masih mencapai 40 persen, dari total panen sekitar 200 ribu ton.
Data tersebut, kata Budidoyo berbeda jauh dengan realisasi panen tembakau pada tahun 2015 yang mencapai 70 persen, dengan kebutuhan industri sebesar 320 ribu ton. “Awalnya panen diperkirakan mundur, namun akhirnya gagal juga karena La Nina. Dan rata-rata kondisi ini dialami berbagai daerah, seperti di Madura yang menjadi pusat panen terkuat juga panennya masih lemah,” tuturnya.
Ia menjelaskan, dengan gagalnya panen di sebagian besar daerah penghasil tembakau, mengakibatkan petani merugi dan mengalami kesulitan untuk menanam kembali. Oleh karena itu, Budidoyo mengatakan buruknya hasil panen tahun 2016 harus dijadikan momentum untuk mendorong petani dengan pemberian intensif dari pemerintah, agar tidak terlalu tertekan dan merugi, sehingga diharapkan bisa bangkit kembali.
“Petani harus ada intensif, dan impor yang dilakukan juga harus dibarengi dengan memberikan nilai tambah ke petani, artinya ada kehadiran negara untuk mendukung petani” ucapnya.
Sebelumnya, harga komoditas tembakau berbagai daerah turun akibat cuaca yang tidak menentu, seperti di Kabupaten Madiun, Jatim yang anjlok dan membuat petani setempat rugi.
Petani tembakau di Desa Ngale, Suroto mengatakan harga tembakau kering yang sudah dirajang anjlok dari Rp30.000 per kilogram menjadi Rp23.000 per kilogram. Penurunan tersebut, kata Suroto dipicu kualitas tembakau kering yang kurang bagus, dampak dari intensitas waktu penjemuran yang lama karena minim sinar matahari.
“Hujan yang sering mengguyur selama musim kemarau membuat petani kesulitan menjemur hasil panenannya yang sudah dirajang, dan membuat harga tembakau rajang dari petani anjlok karena kondisinya masih basah,” ujarnya. [ant]

Tags: