“Panen” Teroris Tak Lama

Telaah intelijen memperkiarakan bulan Ramadhan, seluruh dunia akan menjadi “panen” terorisme. Tak terkecuali di Indonesia, dan jazirah Arab. Sehingga masyarakat internasional patut waspada gerakan radikalisme (kanan maupun kiri), mencegah korban tak berdosa. Namun sesungguhnya, terorisme bukan gerakan tiba-tiba. Melainkan diawali tanda-tanda peretasan kebencian, terutama melalui media sosial (medsos).
Setiap kejahatan, selalu diawali dengan jejak, serta akan meninggalkan jejak. Keniscayaan jejak kejahatan telah diajarkan dalam kitab suci (Al-Quran). Tiada kejahatan yang tertutup (tidak dapat dideteksi). Lebih lagi kejahatan kemanusiaan yang berakar radikalisme, selalu diawali isyarat yang jelas. Pertanda radikalisme biasa dengan ciri psikologi perilaku eksklusifitas individu. Yakni, tidak suka bergaul, kecuali dengan kelompok kecil se-pemahaman ideologi.
Ciri eksklusif (tidak gaul), dapat menjadi petunjuk sosial. Misalnya, tidak turut dalam kelompok pengajian bersama di kampung. Tidak suka instighotsah (doa bersama). Sehingga masyarakat dapat meng-antisipasi lebih dini “kader” radikalisme. Tak jarang, radikalisme juga dinyatakan secara terang-terangan. Radikalisme “kanan” (agama) biasa pula ditandai dengan ceramah berlabel dakwah, dan pelurusan syari’at.
Tetapi ceramah berlabel dakwah kalangan radikali hanya berupa olok-olok pada kelompok lain. Yang tidak sesuai dengan ideologi radikal, dituding sebagai bid’ah (menyimpang), sampai kafir. Bahkan pemerintah yang dikuasai tokoh-tokoh muslim (mayoritas), dinyatakan sebagai “thaghut.” Artinya sesungguhnya “thaghut” adalah berlebih-lebihan. Dalam term lain dapat berarti sesembahan selain Allah.
Pada kalangan radikalisme, “thaghut,” berarti semua aspek kehidupan yang tidak berpijak pada ajaran Ilahi. Sehingga terdapat istilah perekonomian thaghut (perbankan), politik thaghut (demokrasi), dan hukum thaghut. Konyolnya, yang berhak menilai ke-thaghut-an, hanya kalangan radikal. Selalu penilaian sepihak (self assesment), tanpa mendengar pihak lain. Bahkan kaliber mufti akbar, imam kelas qutub, dan ulama yang alim, juga bisa digelari sebagai mufti thaghut, atau ulama thaghut.
Berdakwah agama secara self assesment, menjadikan kalangan radikal terkucil di seluruh dunia. Bahkan dianggap bughot (makar) secara syari’at Islam. Di Mesir, Yordania, Irak, dan Arab Saudi, kalangan radikal disetarakan sebagai “hizbul Zul Himar,” (simbol pemberontakan terhadap pemerintahan muslim). Karenanya, wajib segera dibasmi, disetarakan dengan wabah penyakit yang bisa menjalar.
Radikalisme, nyata-nyata menjadi penyakit sosial pada tataran teologis. Seluruh agama bisa dijangkiti penyakit radikalisme. Dakwahnya selalu menimbulkan kegaduhan sosial. Sehingga memberi peluang dakwah radikal niscaya menyulut tawur sosial, berujung perpecahan nasional. Lebih lagi pada negara berasas demokrasi, seperti di Mesir, Yordan, Palestina, seluruh Eropa, dan Indonesia.
Konstitusi negara-negara demokrasi wajib melindungi setiap keyakinan masyarakat, dengan nilai ke-umum-an ajaran agama. Sedangkan ajaran yang tidak umum, ditambah tirani minoritas, dianggap sebagai penistaan agama. UUD pasal 29 ayat (2), menyatakan, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya ….”
Di seluruh dunia (dan Indonesia), terdapat institusi pertimbangan ke-agama-an, bersifat independen, yang diakui oleh negara. Di berbagai negara mayoritas muslim, terdapat mufti dan qadhi, yang memutus permasalahan ke-agama-an. Di Indonesia, terdapat MUI (Majelis Ulama Indonesia), dibawahkan oleh ulama-ulama dedikatif. Sebagian diantara ulama di MUI, juga kesohor sebagai mufti yang diakui dunia muslim.
Namun oleh kalangan radikal, MUI juga dianggap sebagai majelis thaghut. Negara juga dianggap negara thaghut, serta Pemerintah dianggap sebagai pemerintahan thaghut. Namun dengan berbagai perilaku kejahatan kemanusian (terorisme) seluruh rakyat Indonesia meng-anggap radikalisme sebagai gerakan thaghut. Agama mengajarkan kebajikan kepada setiap manusia. Termasuk membalas kebajikan kaum kafir dengan imbalan “barru,” seperti (berbuat baik) kepada kedua orangtua.

——— 000 ———

Rate this article!
Tags: