Panwaslu Catat Banyak Perusahaan Tidak Meliburkan Karyawan

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Kemenangan Pilkada Surabaya dan Pacitan Diprediksi Sejak Awal
Surabaya, Bhirawa
Kekhawatiran minimnya partisipasi pemilih di Pilkada serentak mulai terbukti. Pasalnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya yang awalnya menargetkan 70 persen partisipasi pemilih dari Jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yakni 2.014.081 jiwa, ternyata dari jumlah DPT tersebut yang menggunakan hak pilihnya hanya 1.050.745 jiwa.
Tingginya angka golput pada Pilkada Surabaya tidak hanya pada sosialisasi KPU Kota Surabaya yang kurang kepada seluruh lapisan masyarakat. Namun, peran Pemkot Surabaya melalui Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) kurang begitu tegas menindak lanjuti perusahaan yang tidak memberikan toleransi karyawannya untuk mencoblos.
“Yang menjadi catatan pertama kami adalah tingkat partisipasi masyarakat masih rendah. Bukan hanya sosialisasi KPU yang kurang, melainkan banyak perusahaan-perusahaan yang tidak meliburkan karyawannya saat pencoblosan kemarin. Kepedulian perusahaan masih kurang terhadap proses demokrasi,” kata anggota Panwaslu Kota Surabaya  Lily Yunis  SSi, Minggu (13/12) kemarin.
Dari hasil sementara Lily mengakui memang ada kecenderungan pemilih memilih golput. Dari jumlah DPT tersebut hampir separonya tidak menggunakan hak pilihnya. “Faktornya ada kejadian undangan C6 ini diberikan kepada pemilih yang sudah tidak layak. Seperti warga yang sudah lama tidak ber-KTP Surabaya masih mendapatkan undangan,” terangnya.
Lily yang membidangi Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga ini menjelaskan, jumlah DPT di Kota Surabaya sangatlah besar, tapi tingkat partisipasi masyarakat tergolong rendah dan tidak signifikan. “Kami ambil sampling di satu TPS daerah Kelurahan Simokerto. Di TPS tersebut ada 150 undangan yang tidak terdistribusi,” jelasnya.
Ia menambahkan, di Kelurahan Simokerto banyak Kartu Keluarga (KK) yang tinggal di Kota Surabaya tapi tidak ada di tempat. Seharusnya, menurut Lily, pada waktu pencocokan dan penelitian (coklit) meski tidak ada warga yang menempati rumah tersebut tetap dimasukkan. “Seperti di perumahan-perumahan elit pada saat coklit ketika didatangi tidak ada pemilik rumahnya, hanya ada pembantu rumah tangga itu tetap didata,” imbuhnya.
Ditambah lagi peran pemerintah yang kurang maksimal dalam menyosialisasikan kepada setiap perusahaan untuk mengirimkan surat edaran . “Meski tetap masuk, di perusahaan tersebut juga harus ada kelonggaran bagi seluruh karyawannya yang ber-KTP Surabaya untuk mencoblos,” pungkasnya.
Di Kota Surabaya, Menurut Lily tingkat partisipasi pemilih sekitar 52 persen. Dia mencatat rata-rata setiap TPS hanya didatangi separonya dari jumlah DPT yang sudah tercatat. “Kalau dirata-rata setiap TPS hanya separo partisipasi masyarakat yang mencoblos,” tambahnya.
Sementara, pengamat komunikasi politik asal Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Drs Suko Widodo mengatakan KPU harus mereview peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2015 yang menyebutkan bahwa kampanye dibiayai oleh negara.
“Pada satu sisi memang baik karena terbukti di hampir semua daerah relatif aman, tidak ada konflik horizontal. Tetapi celakanya ini mengurangi kesempatan bagi para kandidat untuk berkreasi. Semuanya diambil alih oleh KPU,” kata Suko Widodo.
Meski angka partisipasi warga di beberapa daerah menurun, Suko Widodo menggambarkan, seperti di Pacitan hanya 60 persen dan Kota Surabaya juga hanya beranjak pada angka 50 persen yang tidak terlalu banyak berubah. Menurutnya, dalam Pilkada kali ini ada banyak pembelajaran yang harus dievaluasi bersama.
“Kalau begini, Pacitan dan Surabaya tidak bisa dipaksakan karena sudah bisa diduga dari awal. Kedua pimpinan ini kan cukup tidak punya lawan, mereka sangat diterima oleh masyarakat. Sehingga setuju atau tidak setuju saja,” pungkasnya.

Akui Kalah
Sementara itu Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat mengakui kekalahannya pada Pilkada Kota Surabaya dan harus mengakui keunggulan pasangan petahana Tri Rismaharini-Whisnu Sakti Buana.
“Dari semua hitung cepat, pasangan Rasiyo-Lucy Kurniasari sangat jauh tertinggal dan kami akui itu,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPC Partai Demokrat Kota Surabaya Hartoyo kepada wartawan di Surabaya.
Di beberapa lembaga survei hitung cepat untuk Pilkada Surabaya, mayoritas memenangkan pasangan petahana di atas 80 persen.
Kendati demikian, pihaknya masih tetap memantau dan menunggu hasil rekapitulasi manual dari KPU Kota Surabaya yang saat ini masih dalam tahap penghitungan di Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).
“Hormati hasil penghitungan suara KPU dan apapun hasilnya pasti kami menerima karena sudah melalui proses demokrasi yang baik,” ucap anggota DPRD Jatim tersebut.
Selain mengakui kekalahannya, Partai Demokrat juga belum menemukan pelanggaran yang bersifat berat sehingga sangat kecil kemungkinan menempuh jalur hukum  untuk menggugat hasil Pilkada yang berlangsung 9 Desember 2015. “Inventarisasi pelanggaran terus kami kumpulkan, tapi sampai sekarang belum ada yang kategori berat,” katanya.
Kepada pasangan yang diusungnya bersama Partai Amanat Nasional (PAN), yakni Rasiyo dan Lucy Kurniasari, pihaknya meminta tetap semangat dan berjiwa besar melihat fakta dan hasil yang memang tidak diinginkannya. “Sudah ada kesepakatan siap menang dan siap kalah. Kalau faktanya nanti tidak sesuai harapan maka mau tidak mau harus diterima dengan jiwa besar,” katanya.
Sementara itu, bukan bermaksud mencari kambing hitam, kata dia, salah satu faktor yang membuat pasangan Rasiyo-Lucy kalah adalah kurangnya sosialisasi mengingat mepetnya waktu penunjukan keduanya mendaftar sebagai pasangan calon.
“Waktu sosialisasi sangat sempit, ditambah peraturan KPU yang alat peraga kampanyenya hanya dari penyelenggara Pilkada, membuat masyarakat kurang mengenal dan bergairah dengan pesta demokrasi kali ini,” katanya.

Pengumuman Akan Aman
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo mengaku optimistis pengumuman hasil Pilkada serentak yang akan dilakukan pada 21-22 Desember bakal aman. Sebab pengamanan sudah disiagakan sejak lama dan kedewasaan pemilih di Jatim sangat tinggi.
Selain itu pemerintah daerah juga terus melakukan koordinasi dengan pihak keamanan baik kepolisian maupun TNI. Apalagi pengamanan akan disiapkan hingga proses Pilkada serentak tuntas. “Saya yakin aman meski berdekatan dengan libur nasional,” kata Gubernur Dr H Soekarwo kemarin.
Menurutnya, saat perhitungan cepat diumumkan dan dianggap rawan ternyata hasilnya di Jatim berlangsung aman. “Apalagi nanti saat pengumuman resmi saya jamin aman dan tidak terjadi apa-apa. Masyarakat Jatim sudah sangat dewasa menerima hasil demokrasi,” katanya.
Pakde Karwo, sapaan lekat Gubernur Soekarwo, mengaku sangat mengapresiasi kedewasaan masyarakat Jatim ini. Dia mencontohkan Pilkada Kabupaten Mojokerto yang terjadi kasus anulir satu pasangan calon ternyata di lapangan berjalan dengan lancar.
“Padahal Mojokerto menjadi salah satu daerah yang dianggap rawan karena kejadian kerusuhan beberapa tahun lalu. Masyarakat tidak rusuh, mereka protes dengan cara tak memberikan hak pilihnya,” terangnya.
Sementara itu, Pakde Karwo juga meminta pemerintah mengevaluasi proses kampanye dalam Pilkada serentak. “Ke depan bagaimana memberi peluang bagi calon untuk bisa mendekati pemilih. Calon seharusnya juga bisa meminta KPU, terkait daerah mana yang cocok untuk memasang alat peraga,” ujarnya.
Selain itu, terkait model kampanye seharusnya dilakukan di luar bukan di dalam ruangan seperti saat ini. Menurutnya, hal ini yang menjadikan partisipasi pemilih sangat rendah. “Ke depan harus ada evaluasi, meski menurut pemerintah pusat Pilkada serentak kali ini dinilai lebih bagus dibanding 2015,” katanya.
“Substansi pilihan langsung adalah calon harus bisa ketemu pemilihnya, ini untuk menawarkan harapan baru. Dan kondisi ini tidak bisa dikonversikan dengan teori efisiensi,” jelas Pakde Karwo yang juga menjabat sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Jatim ini.
Hal ini menjadikan tingkat partisipasi pemilih turun menjadi 50-52 persen. Namun menurut Pakde Karwo ada beberapa daerah yang partisipasinya meningkat seperti Ponorogo yang mencapai 70 persen. Ini dipengaruhi pertarungan politik yang ketat dan dinamis. “Komunikasi antara calon dan pemilih ini nyambung sehinga meningkatkan pertisipasi,” ungkapnya. [geh,iib]

Tags: