Papan Reklame Jadi Antena Komunikasi Disoal

Papan Reklame Jadi Antena KomunikasiDPRD Surabaya,Bhirawa
Ketatnya aturan soal pendirian tower untuk operator telekomunikasi, membuat para pengusahanya beralih menggunakan antenna receiver di papan reklame, dengan pertimbangan efisiensi biaya.
Kondisi ini menjadi sorotan komisi A DPRD Surabaya, karena keberadaan antenna receiver milik para operator telekomunikasi tidak memberikan kontribusi apapun terhadap Pemkot Surabaya, sementara jumlahnya semakin banyak.
Dalam rapat hearing di Komisi A DPRD Surabaya, hadir Kepala DCKTR Eri Cahyadi dan Antiek Sugiharti Kepala Diskominfo. Perbicangan seputar keberadaan antena receiver milik para operator komunikasi yang tertempel di sejumlah papan reklame.
Menurut Komisi A, penempatan antena antena riciver di atas konstruksi reklame ini dianggap menyalahi aturan Perda dan Perwali terkait peruntukannya. Sebab saat pengajuan izin mendirikan bangunan (IMB) reklame jelas jelas akan dipakai untuk pendirian papan iklan. Namun kenyataannya selain untuk reklame, bangunan tersebut juga dipakai untuk pemasangan antena riciver.
“Awalnya IMB yang diajukan itu kan untuk reklame. Lha kalau sekarang digunakan untuk antena telekomunikasi kan berarti tidak sesuai pengajuan awalnya. Ini harus disikapi oleh DCKTR, karena nyata nyata sudah menyalahi regulasi yang ada di Pemkot Surabaya. Coba kalau konstruksi reklame itu tak kuat menahan beban dan roboh siapa yang bertanggung jawab,” ujar Adi Sutarwijono , wakil ketua komisi A saat hearing.
Masalah ini tak boleh disepelekan oleh DCKTR yang menerbitkan IMB reklame. Sebab pemasangan antena tersebut sudah pasti tidak melalui perijinan yang benar. Selain itu DCKTR juga perlu membuat terobosan baru untuk masalah ini karena paling tidak akan ada sumber PAD baru dari pemasangan antena di atas konstruksi reklame ini.
“Kami telah menerima pengaduan dari Kasatpol PP soal maraknya pemasangan antena di atas konstruksi reklame ini. Untuk sementara Satpol PP ini belum bisa melakukan tindakan apapun karena masih menunggu koordinasi antar SKPD,” ujar Herlina Darsono Njoto, ketua komisi A.
Disinyalir banyaknya pengusaha telekomunikasi memasang antena di atas konstruksi reklame ini lantaran posisinya terjepit dengan pengetatan regulasi tower di Surabaya. Saat ini tidak bisa membangun tower sembarangan karena sudah dilakukan pemetaan untuk zona zona tertentu.
Bahkan Pemkot sudah mendata tower yang tak berizin untuk ditertibkan. Alasan ini yang kemudian menjadi dasar para pengusaha untuk memilih praktis memasang antena miliknya di sembarang tempat yang dianggap bisa mengkover area tertentu yang dikehendaki.
Menanggapi hal ini, Eri Cahyadi Kepala DCKTR dengan enteng mengatakan,”Kalau saya pak, yang penting kekuatan konstruksi untuk reklame itu sudah sesuai dengan berat bidang reklame yang ditopang. Kalau sudah dihitung kekuatannya memenuhi syarat maka tidak ada masalah jika konstruksi reklame dipasangi antena,” ujarnya.
Menurut Eri, sebenarnya pemasangan antena di atas konstruksi reklame itu juga bukan kewenangannya. Sebab DCKTR dalam pembangunan reklame hanya berwenang untuk menerbitkan IMB nya. Sedangkan pajaknya diurusi oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya. “Tapi intinya kekuatan konstruksi itu sudah kami hitung dan tidak ada masalah,” tambah pejabat muda yang masih Plt ini. [gat]

Tags: