Para Pahlawan Kehidupan Nyata

resensi-1Judul : Penebar Harapan: Kick Andy, Satu Dekade Menginspirasi
Penulis : Wisnu Prasetyo Utomo dan Tim Kick Andy
Peresensi: Muhammad Khambali (Pegiat di Pustaka Kaji, Jakarta. Alumnus Universitas Negeri Jakarta).
Penerbit : Bentang Pustaka
Cetakan : I, 2016
Tebal : 174 halaman
ISBN : 978-602-291-182-1

Putih kapas dapat dibuat, putih hati berkeadaan. Sebuah peribahasa yang mengingatkan kita bahwa kebaikan hati tercermin dari dedikasi nyata yang terlihat. Lewat kesahajaan hati yang bersih, seseorang menjadi sosok pahlawan bukan lantaran seberapa besar apa yang dimiliki, melainkan atas apa yang diberikan untuk orang lain. Dan siapapun dapat menjadi pahlawan penebar harapan bagi orang lain. Kiranya kisah-kisah dalam buku ini meneguhkan itu.
Kick Andy menghadirkan kisah para pahlawan kehidupan yang membawa optimisme dan keteladanan dalam buku Penebar Harapan: Kick Andy, Satu Dekade Menginspirasi. Cerita orang-orang yang dituturkan oleh Wisnu Prasetyo Utomo dan Tim Kick Andy akan membuat kita terkesima sekaligus mereguk pelajaran hidup dan ilham yang menggerakkan hati. Buku ini menceritakan inspirasi dari kedelapan peraih Kick Andy Heroes Award.
Cerminan hati yang bersih dapat kita jumpai dalam diri M. Saleh Yusuf. Ia seorang sopir angkot dengan perawakan sangar. Namun di balik itu, ia memiliki rasa keprihatinan dan kepedulian terhadap daerah asalnya, Bima-Nusa Tenggara Barat. Ia memberikan materi dan penghasilannya untuk mendirikan sekolah gratis, merangkul 100 anak dan menghidupi para guru di sekolahnya.
Setiap memikirkan daerah asal, ia merasa keprihatinan yang besar. Salah satunya berkaitan dengan sedikitnya anak-anak yang memiliki kesempatan untuk sekolah dan kurangnya pendidikan agama. Bukan hanya pendidikan agama, lelaki yang kerap disapa Alan itu juga mengajarkan keterampilan bekerja. “Di sekolah saya, anak-anak bekerja sambil bermain. Saya suruh mereka tanam cabai, tanam sayur-sayuran. Itu pelajaran bahwa setelah tamat sekolah anak-anak bisa bekerja dengan memanfaatkan hasil alam” (hal 78).
Kemudian kita dapat menengok perjuangan Rizal Harris Nasution seorang dokter yang sadar bahwa kesehatan erat kaitannya dengan ekonomi. Ia memberikan pendidikan kesehatan, sekaligus menciptakan alternatif untuk menopang perekonomian masyarakat lewat koperasi. Rizal menyadari permasalahan di masyarakat bukan pada perhatian pada kesehatan, tapi kemiskinan. “Bagaimana masyakarat mau mencuci tangan dengan rutin kalau ekonomi mereka saja masih sulit?” Ujar Rizali (hal 92).
Rizali mendirikan Yayasan Pokmas mandiri yang bergerak memberikan pinjaman kepada masyarakat miskin. Dengan mereplikasi pola Grameen Bank (bank untuk kaum miskin), yayasan ini memberikan pinjaman kepada perempuan miskin pedesaan yang memiliki usaha atau hendak berusaha dan tidak memiliki akses modal.
Kisah lainnya adalah pengabdian Asnat Bell, seorang guru di desa Telukh, wilayah terkecil di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Asnat Bell adalah potret guru yang kerap disebut pahlawan tanpa tanda jasa dalam bentuk paling nyata. Sebab jangankan tanda jasa, gaji untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pun tidak diperolehnya. Asnat hanya memiliki ijazah SMA. Ketika memulai karier sebagai guru di SD GMIT pada 2003, Asnat hanya mendapata gaji Rp 7.000 per bulan. Padahal ia sudah menikah dan memiliki seorang anak (hal 111).
Setelah tiga belas tahun mengabdi, Asnat berharap diangkat menjadi PNS. Meski demikian, sebagai guru, Asnat percaya bahwa tanggung jawab utamanya tetap mengajar, apa pun yang terjadi. Baik ia berstatus pegawai negeri atau tenaga honorer saja. “Saya ingin mengajar tetap di sini karena ingin melihat anak-anak bisa membangun desa ini dan juga membangun negara,” kata Asnat (hal 119).
Selain kisah Alan, Rizal, dan Asnat, masih ada lima kisah lain orang-orang terpilih yang mampu menjadi sang penabur harapan bagi orang lain. Menyimak kisah perjuangan yang dilakukan oleh Rizki, Paulus, Nani, Poltak, dan April untuk masyakarat yang tidak kalah hebat dan mengharukan. Bagaimana dalam usia yang masih belia, Andri Rizki Putra mengebrak untuk melawan sistem pendidikan yang curang, membawanya mendirikan Yayasan Pemimpin Anak Bangsa (YPAB) yang menjadi alternatif pendidikan gratis dan berkualitas. Atau Nani Zulminari, dalam usahanya melawan stigma negatif janda membuahkan Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA). Mereka semua terpilih dalam Kick Andy Heroes 2015. Sebagai jurinya, ada Komaruddin Hidayat, Imam B Prasodjo, Mudji Sutrisno, dan Yuniyanti Chuzaifah.
Buku ini ditulis dengan gaya naratif yang menyentuh hati. Setiap kisahnya menggugah dan mengandung banyak teladan hidup. Mereka seperti embun penyejuk di tengah carut-marut dagelan politik di negeri ini yang menjengkelkan. Mereka seolah sosok antitesis dari tabiat bejat dan krisis moral para pejabat serta politikus. Kisah delapan orang tersebut menjadi hikmah dari orang-orang biasa yang berbagi kebaikan untuk orang-orang di sekitarnya. Seperti yang dikatakan Andy F. Noya dalam pengantar buku, “Mereka adalah contoh sosok pahlawan yang kerap kita temui dalam kehidupan nyata.”

                                                                                                      ———– *** ————

Rate this article!
Tags: