Parodi Tiang Listrik Ala Netizen

Oleh:
Sugeng Winarno
Pegiat Literasi Media, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang.

Tiba-tiba tiang listrik menjadi perbincangan ramai di dunia maya. Hal ini terjadi setelah peristiwa mobil Toyota Fortuner B 1732 ZLO hitam yang ditumpangi Ketua DPR RI Setya Novanto menabrak tiang listrik. Seketika itu tagar #Tiang Listrik viral dan menjadi perbincangan seru di jagat maya. Para pengguna internet (netizen) juga membuat lelucon (parodi) baik berupa meme, video, dan cerita lucu yang bermunculan di media sosial (medsos).
Alhasil, topik terkait tiang listrik beberapa saat telah mengalihkan beragam isu-isu penting lain. Beragam komentar muncul dalam berbagai bentuk yang dibuat netizen menjadi sarana kritik terhadap beberapa pihak yang terkait dengan peristiwa ini. Kritik lewat sindiran (satire) yang banyak muncul sangat menghibur sehingga banyak orang tersenyum di samping memahami pesan kritik yang ada didalamnya.
Respon netizen memang sulit dibendung karena media internet begitu mudahnya memfasilitasi banyak penggunanya guna melakukan apa saja. Melalui internet orang bisa membangun opini, mencipta opini tandingan, menyerang, memanipulasi informasi, dan membiuskan sesuatu kepada khalayaknya. Internet telah terbukti perkasa tidak saja dalam menyajikan informasi tentang kebenaran, tetapi menjamurnya berita bohong (fake news) juga difasilitasi oleh teknologi modern ini.
Kreativitas Netizen
Peristiwa Tiang Listrik memang telah memicu lahirnya beragam kreativitas netizen. Dari kasus ini bermunculan orang iseng membuat parodi lewat beragam bentuk. Ada meme lucu, cerita konyol, dan karya audio visual yang membuat jagat maya hiruk pikuk. Tidak itu saja, beberapa pihak juga memanfaatkan mencuatnya peristiwa ini untuk tujuan komersial.
Melalui akun medsos semacam Instagram, Facebook, Twitter, dan media pertemanan seperti WhatsApp (WA), tidak sedikit orang berbagi (sharing) postingan terkait persoalan ini. Satu kreativitas muncul disusul kreativitas netizen lain. Hingga dalam selang waktu yang tidak begitu lama bermunculan beragam karya usil parodi Tiang Listrik yang sebenarnya sarat makna kritik ini.
Kreativitas netizen ada yang berupa gambar-gambar meme. Di WA juga banyak beredar lelucun yang berbentuk cerita. Ada juga netizen yang membuat parodi dengan melakukan pengisian suara (dubbing) pembalap Valentino Rossi. Kreativitas dalam wujud meme juga terus bermunculan. Bahkan ada sebuah rumah makan yang menggunakan peristiwa ini untuk strategi pemasaran.
Sebuah game online juga muncul dengan nama Tiang Listrik yang dapat diunduh gratis di Playstore. Game dikembangkan oleh developer Noobzilla yang berasal dari Yogyakarta. Dalam permainan game ini menantang pemainnya untuk mencoba menabrak tiang listrik yang bergerak-gerak dengan sebuah mobil. Dalam sekejap game ini diunduh oleh banyak pengguna Android.
Seorang pemuda di Ubud Bali juga membuat lagu dengan judul RIP Tiang Listrik. Lagu yang telah viral di medsos ini memang cukup enak di dengar dengan syair yang menggelitik yang dinyanyikan dengan petikan gitar. Lagu ciptaan I Made Yoga Pranata ini memiliki lirik yang menyinggung tiang listrik dan bapak yang suka tidur. Yoga mengunggah dirinya tengah menyanyikan lagu ini di akun Instagram. Deddy Curbuzier juga membuat sebuah video di Youtube yang diunggah Sabtu (18/11/2017) itu berjudul “Papa Vs Tiang Listrik”.
Inilah fenomena media online zaman sekarang. Pada Era Kids Zaman Now ini memang semua pihak harus mampu mengoptimalkan kecanggihan teknologi. Inilah keunggulan internet. Para netizen bisa dengan gampang memroduksi pesan komunikasi dan memviralkannya dalam sekejap. Terlepas informasi itu sesuai fakta atau tidak benar (hoax), semua bisa menggelinding membesar dalam sekejap.
Orang zaman sekarang memang sangat dimanjakan dengan teknologi internet. Melalui internet memungkinkan banyak orang berkreativitas tanpa batas. Sementara itu pemahaman masyarakat pada penggunaan media daring ini belum cukup memadai. Untuk itu kemampuan literasi media menjadi urgen dimiliki bagi siapa saja yang selama ini banyak bergantung pada aneka media komunikasi.
Kritik Gaya Baru
Saat ini medium yang dipakai orang untuk mengritik telah bermetamorfosis. Di saat terjadi kebuntuan komunikasi melalui saluran-saluran media komunikasi yang resmi, lahirlah medsos. Maka tidak ayal lagi bahwa munculnya medsos bisa jadi sarana mengungkapkan kritik gaya baru. Wujud kritiknya pun juga beragam. Ada yang menggunakan bahasa verbal, non verbal, dan paduan bahasa gambar dan suara melalui media audio visual.
Sejak kelahiran internet sebagai media baru (new media) memang telah memunculkan perubahan dalam cara orang berkomunikasi, termasuk cara orang mengritik. Munculnya meme berupa gambar-gambar sindiran menjadi fenomena menarik dunia. Banyak pejabat negara, politisi dunia yang tidak lepas menjadi materi meme ini. Beragam video sindiran dari para publik figur dan masyarakat biasa juga banyak muncul difasilitasi laman Youtube.
Kini, mengritik tidak lagi harus turun ke jalan. Bawa spanduk dan beragam tulisan saat longmarch menyusuri jalan. Mengritik lewat medsos semacam lewat Twitter, Facebook, Instagram, Path, dan WA, dinilai akan lebih efektif dan kena sasaran. Hal ini terjadi karena tingkat terpaan beragam medsos sangat tinggi di masyarakat. Apalagi pesan di medsos bisa menggelinding cepat hingga pesan yang disampaikan dalam sekejap akan tersebar luas.
Namun, membuat kritik lewat media online ini harus tetap berhati-hati. Sama seperti dalam dunia nyata, mengritik di dunia maya juga ada rambu-rambu yang harus diperhatikan. Ada etika yang harus tetap dijunjung. Kritik jangan sampai menabrak aturan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dan Surat Edaran Kapolri SE/06/X/2015 tentang Ujaran Kebencian.
Materi kritik harus tidak mengandung unsur fitnah, hasutan, atau adu domba. Kreativitas membuat konten kritik memang bisa beragam dibuat oleh netizen. Tetapi apapun bentuk kritiknya harus tetap dalam koridor tidak melanggar hukum. Kritik harus disampaikan secara berimbang, sehat dan santun. Keberagaman kritik merupakan perwujudan dari kontrol sosial. Tingginya akses masyarakat di medsos berpotensi membentuk ruang demokrasi baru.
Di sisi lain, pihak yang menjadi sasaran kritik juga harus dewasa. Esensinya orang yang mengritik itu sebenarnya didorong rasa sayang. Masyarakat ingin sebuah perbaikan, bukan cuek terhadap keadaan. Munculnya kritik hendaknya bisa menjadi media pendewasaan dan introspeksi diri pada pihak yang dikritik. Si pembuat kritik juga harus mampu mendudukkan permasalahan secara berimbang. Antara yang mengritik dan yang dikritik perlu memahami posisinya masing-masing sehingga keseimbangan dan perbaikan bisa terwujud.

————- *** —————

Rate this article!
Tags: