Parpol PPP Mengusulkan Parlianmentary Threshold O Persen

Jakarta, Bhirawa.
Dalam setiap revisi UU Pemilu, seperti nya sudah menjadi tradisi politik, ada perubahan angka Presidensial Threshold maupun Parliamentary Threshold (PT). Tradisi ini perubahan angka PT ini tak lepas dari kepentingan Partai Politik (Parpol). Menaikan angka PT, dipastikan akan menguntungkan parpol besar. Sebaliknya, menurunkan angka PT akan menguntungkan Parpol kecil.

“Pada Pemilu 2019 dengan angka Parlemen Threshold 5%, suara rakyat yang terbuang sekitar 13 juta. Suara yang terbuang itu dalam arti tidak mendapat kursi di Parlemen, atau tak ada perwakilan nya yang duduk di Parlemen. Hal seperti ini tidak sesuai dengan ideologi negara kita yang menganut keberagaman dan keBhinekaan,” tandas Wakil Ketua Komisi II DPR RI (PPP) Arwani Thomafi dalam forum legislasi bertema ” Kemana Arah RUU Pemilu?”, Selasa (7/7). Hadir sebagai nara sumber lain, anggota Komisi II DPRRI (PAN) Guspardi Gaus, anggota Komisi II DPRRI (PKB) Yanuar Pihatin dan pengajar komunikasi politik Uns Mercu Buana Dr Heri Budianto.

Arwani Thomafi mengingatkan, revisi UU Pemilu jangan sampai dibuat hanya untuk memudahkan Parpol besar atau kontestan tertentu untuk menang dengan mudah. Dia tidak yakin, tradisi menaikan PT identik dengan kenaikkan kelas demokrasi Indonesia. Atau justru ada kepentingan tertentu dari Parpol tertentu itu.

“Kita sudah sepakat menggunakan sistem proporsional. Karena memang cocok dengan model keragaman, keBhinekaan yng kita miliki. Keragaman di negara kita tidak hanya dalam soal agama, suku, bangsa, bahasa saja. Tetapi juga soal warna politik, inilah yang mengantar kita memilih sistem proporsional,” jelas Arwani Thomafi.

Dikatakan, sistem proporsional berarti semua suara pemilih,harus dikonversi menjadi kursi, jangan ada yang terbuang sia-sia. Jika PT dinaikkan, akan banyak suara yang tidak ter konversi menjadi kursi. Menaikkan PT justru melahirkan dis-proporsionalitas. Warna politik Indonesia akan semakin mengecil dan makin menyempit.

“Spirit keBhinekaan, semangat keragaman yang kita miliki bisa terancam jika kita sistem proporsional yang kita jalankan selama ini dirubah,” tambah Arwani.

Disebutkan, tujuan Pemilu, finalnya bukan memilih anggota DPR, bukan memilih Presiden, itu hanya sasaran antara. Sasaran finalnya, terpilih nya anggota DPR, terpilih nya Presiden, yang mampu menjaga Indonesia, menjaga NKRI, menjaga Pancasila. Termasuk menjaga keBhinekaan dan keragaman Indonesia.

“Kenaikan angka PT hanya akan mengikis tegaknya NKRI, keragaman politik dan keBhinekaan, yang selama ini kita miliki. Penyeberangan Parpol  seperti di jaman Orde Baru, apakah kita mau mengulang hal itu ?,” tandas Arwani.

Yanuar Prihatin mengusulkan, agar desain Pemilu paralel dengan melakukan apa yang disebut dengan memunculkan Parpol dibahas ulang dan UU tentang indeks kepemimpinan nasional atau indeks kepemimpinan Indonesia. (ira)

Tags: