Pasar Induk Modern Agrobis Puspa Agro Riwayatmu Kini

Pasar Induk Modern Puspa Agro yang terletak di Desa Jemundo, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo kini kondisinya hidup segan mati tak mau. Banyak lapak kosong, hanya beberapa pedagang yang masih bertahan karena harga sewa yang murah.

Banyak Lapak Kosong, Ada Komunitas Ayam Aduan yang Mau Sewa Stan untuk Adu Ayam
Kab Sidoarjo, Bhirawa
Pasar Induk Modern Agrobis Puspa Agro pernah digadang-gadang bakal menjadi pasar terbesar hasil pertanian di Jatim. Namun harapan tinggalah harapan. Pasar yang dibangun pada 2008 silam itu kini nasibnya sangat mengenaskan. Hidup segan mati tak mau. Padahal pasar milik Pemprov Jatim tersebut memiliki fasilitas lengkap.
Siang itu, Agus, salah seorang pedagang Pasar Induk Modern Agrobis Puspa Agro atau Pasar Puspa Agro, Jemundo, dengan sabar meladeni pembeli buah yang hanya beli satu atau dua kilogram. Biasanya pelanggannya membeli dalam jumlah besar untuk di jual eceran di pasar krempyeng di kampung maupun perumahan atau di tepi jalan raya.
“Yang mau beli mangga sekilo boleh. Mau beli satu keranjang juga lebih boleh. Kalau beli banyak harganya pasti beda, lebih murah. Pedagang tidak boleh menolak rejeki. Ada yang beli melon atau timun mas satu biji tetap dilayani. Harga di sini pasti lebih murah dari harga di tempat lain,” kata Agus.
Agus adalah satu-satunya pedagang buah impor campur buah lokal yang bertahan di Pasar Puspa Agro. Pedagang buah impor yang pernah sewa lapak di Pasar Puspa Agro memilih pasar lain. Kondisi Pasar Puspa Agro sangat memprihatinkan. Sejak berdirinya pasar ini tidak pernah ramai. Banyak faktor yang menyebabkan pasar ini menjadi sepi.
Pemandangan lapak-lapak yang mangkrak dan dijadikan penampungan keranjang bekas dan peti kayu memberikan gambaran kumuh sentra pasar terbesar di Jatim itu. Dari seluruh unit pedagang buah, hanya 50 persen yang terisi pedagang. Selebihnya lapaknya kosong melompong.
Aneh memang kenapa pedagang ogah masuk Pasar Puspa Agro padahal sewa lapaknya tergolong murah. Hanya Rp 300 ribu/bulan atau Rp 10 ribu/hari untuk lapak yang ukurannya sekitar 6 x 8 meter. Keamanan juga terjamin 24 jam dan pedagang bisa berjualan seharian. Baginya, bukan sewa lapak yang merepotkan tetapi biaya listrik untuk 2 kontainer mesin cold storage. Setiap bulan hanya membayar listrik Rp 7 juta hingga Rp 8 juta.
Cold storage ini bisa menjaga keawetan buah hingga 14 hari. Di situ biasanya di simpan buah impor seperti anggur, pir, klengkeng dan buah yang enak. Meski menanggung biaya listrik sebesar itu, dirinya masih bisa mengambil untung. “Masih bisa dapat untunglah,” ucapnya.
Menurut Agus, problem utamanya sepinya pasar adalah akses jalan masuk dan keluar. Untuk menuju Pasar Puspa Agro harus melewati pertigaan atau stopan Kletek yang macetnya luar biasa. Pada ramai-ramainya pelanggan datang jam 3 sore, justru parah-parahnya kemacetan.
Faktor berikunya banyak pasar tiban di Tambak Asri Suarabaya dan Osowilangun yang harganya lebih murah. Murah karena truk buah dari daerah tidak masuk ke pasar resmi tapi dicegat oleh para pedagang.
Diakui pula harga buah di Pasar Puspa Agro memang lebih mahal dari pasar Porong, Sidoarjo. Selain kalah harga, jenis buah yang dijual grosir di Pasar Porong lebih bervariasi. Transaksi pasar Porong lebih besar, karena dukungan akses jalan.
Anggota komisi C DPRD Jatim, Khulaim Junaedi, mengakui yang merusak penjualan di Pasar Puspa Agro adalah akses jalan. Justru pasar Porong lebih sukses karena dukungan akses. Pasar Porong bisa di tempuh dari Kabupaten Mojokerto, di sebelah selatan dan barat pasar, di tempuh lewat kabupaten Pasuruan malah lebih mudah, melalui Japanan dan Gempol dengan jalan kelas nasional. Pasar Porong juga dilayani bypass Porong dan jalan tol. “Jadi wajar konsumen atau supplier lebih enak ke pasar Porong,” ujarnya.
Sementara Pasar Puspa Agro yang terletak di Desa Jemundo, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo ini bisa dibilang aksesnya mati. Hanya dilayani jalan kabupaten dengan kemacetan fatal. Pasar induk itu tidak akan hidup bila akses jalannya tidak dibangun. Sangat disayangkan, pasar induk yang super lengkap dengan apartemen mini yang disiapkan untuk pengantar barang yang ingin istirahat, dan gedung serbaguna, serta pergudangan, cold storage dan sebagainya sudah tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan masyarakat.
Apartemen sejak awal berdiri sudah difungsikan untuk menampung pengungsi Syiah Sampang dan pengungsi Afghanistan. Sudah sekitar 10 tahun pengungsi tinggal di situ. Mereka menunggu negara lain yang sudi menampung mereka.
Pergudangan yang ada di unit 1, 2 dan 3 disewakan ke swasta, seperti untuk menyimpan minuman mineral dan sebagainya. “Memang mengenaskan kondisi Pasar Puspa Agro. Dan tragisnya ada komunitas ayam aduan yang mau menyewa stan di situ untuk adu ayam,” ujarnya.
Khulaim yang merupakan anggota dewan dari daerah pemilihan Sidoarjo-Surabaya, menolak permintaan itu kendati pihak komunitas ayam jago itu sudah mendapat izin dari pihak lain. “Aneh-aneh saja masak aset daerah (Pemprov Jatim) akan dijadikan adu ayam. Apakah penyelenggaranya bisa mengatasi ekses adu ayam itu,”ucapnya kesal.
Dalam rapat direksi PT Puspa Agro dengan komisi C DPRD Jatim, menurut anggota fraksi PAN ini, pihak Pasar Puspa Agro sudah tidak mengajukan permintaan anggaran. “Saya juga tidak tahu kenapa manajemen tidak mengajukan anggaran pengelolaan,” tambahnya sembari mengatakan dirinya akan mendesak Pasar Puspa Agro harus dikembalikan ke fungsi awalnya sebagai sentra pasar sayur dan buah.
Khulaim merasa kaget dengan kasus hukum yang menimpa direksi PT Puspa Agro. Walaupun komisi C sebagai mitra Puspa Agro, Namun ia membatasi diri memberikan komentar persoalan hukum yang dihadapi Puspa Agro. “Saya hanya fokus bagaimana bisnis Pasar Puspa Agro bisa normal dan keberadaannya dibutuhkan masyarakat luas. Itu saja,” katanya. [Hadi Suyitno]

Tags: