Pasien Gangguan Jiwa Kab.Probolinggo Capai 543 Orang

Kapolsek-Lumbang-Bebaskan-Seseorang-Dari-Pemasungan.

Kapolsek-Lumbang-Bebaskan-Seseorang-Dari-Pemasungan.

Kab.Probolinggo, Bhirawa
Jumlah pasien ganggung jiwa berat saat ini di Kabupaten Probolinggo yang terpantau sebanyak 543 orang, lepas pasung sebanyak 155 orang, masih dipasung sebanyak 35 orang, masih dirawat di rumah sakit jiwa sebanyak 9 orang, UPT Dinsos 2 orang dan dirumah 106 orang. Hal ini diungkapkan oleh Asisten Ekonomi dan Pembangunan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Probolinggo Asy’ari, Selasa (3/5).
“Permasalahan gangguan jiwa sangat kompleks tidak cukup hanya ditangani di puskesmas atau dirujuk ke RS Jiwa saja, tetapi yang lebih penting adalah pencegahan agar kasus gangguan jiwa tidak bertambah banyak. Kurangnya pelayanan kesehatan jiwa menyebabkan banyak pasien gangguan jiwa yang diterlantarkan keluarganya menjadi gelandangan atau dipasung,” kata Asy’ari.
Menurut Asy’ari, upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan senantiasa dilakukan setiap waktu oleh institusi pelayanan kesehatan jiwa, terutama dilaksanakan oleh para petugas puskesmas. “Namun masih banyak permasalahan yang ditemukan terutama penolakan pelayanan kesehatan jiwa oleh pasien dan keluarganya,” ujarnya.
Lebih lanjut Asy’ari menjelaskan, sampai saat ini masih banyak pemahaman yang keliru tentang gangguan jiwa. Permasalahan gangguan jiwa pada masyarakat sangat luas dan kompleks, bukan hanya meliputi yang sudah jelas terganggu jiwanya, tetapi juga berbagai problem psikososial bahkan berkaitan dengan kualitas hidup dan keharmonisan hidup.
“Hal ini dapat dilihat dari banyaknya tindak kekerasan, kenakalan remaja, penyalahgunaan Napza, tawuran, pengangguran, demo yang anarkis, putus sekolah, PHK dan lain-lain. Permasalahan ini dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi pertumbuhan masyarakat baik ditinjau dari segi ekonomi, moral, budaya bangsa dan lain-lain,” jelasnya.
Sementara Kepala Dinas kesehatan Kabupaten Probolinggo dr Shodiq Tjahjono mengatakan rakor ini bertujuan meningkatkan kerja sama lintas sektoral secara terpadu dan berkesinambungan dalam upaya pendampingan, pelepasan pasung, rehabilitasi, peningkatan kemandirian serta pemberdayaan pada keluarga dan penderita jiwa. “Serta mewujudkan Kabupaten Probolinggo bebas pasung,” katanya.
Di Kabupaten Probolinggo, jumlah penderita gangguan jiwa mengalami lonjakan. Termasuk yang dipasung mencapai puluhan orang. Selama tahun 2014 ditemukan 76 kasus dengan 32 penderita yang di antaranya mengalami pemasungan. Angka ini mengalami peningkatan pada tahun 2015. Penderita yang mengalami gangguan jiwa tercatat 543 orang dan 30 di antaranya ditemukan dalam keadaan terpasung. “Puncaknya ada di tahun 2015,” jelasnya.
Sedangkan tahun 2016, berdasarkan data yang masuk hingga awal Maret, penderita gangguan jiwa mencapai 638 orang dan 71 diantaranya mengalami pemasungan. “Namun, angka itu belum final. Sebab, banyak penderita yang mengalami gangguan jiwa tidak tercover oleh Dinkes,” kata dr Shodiq Tjahjono.
Pemahaman masyarakat masih rendah tentang gangguan jiwa. Sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui jika keluarga mereka mengalami gangguan jiwa. Selain itu, juga disebabkan banyak penderita yang disembunyikan oleh keluarga. “Bisa jadi karena malu dilihat oleh orang lain. Makanya disembunyikan,” paparnya.
Namun, ia menegaskan seharusnya penderita tidak dipasung. Sebab pemasungan itu semakim membuat gangguan jiwa yang dialami penderita semakin parah. “Kebanyakan yang dipasung itu, mengamuk,” tandasnya.
Sejauh ini, untuk menahan laju penyakit ini Dinkes melakukan berbagai upaya, mulai preventif dan pasca. Untuk upaya prefentif dengan menerjunkan petugas untuk memonitor warga yang dikhawatirkan memiliki kecenderungan dapat alami gangguan jiwa. “Selain itu, pihak Dinkes juga gencar melakukan sosialisasi ke masyarakat tentang penyakit ini seperti ciri-cirinya, cara penanganannya,” katanya.
“Melalui pengawasan, para penderita gangguan jiwa berat ini kami kunjungi dan kami beri obat yang harus diminum secara rutin. Rata-rata mereka yang dipasung karena dianggap membahayakan seperti mengamuk, merusak, hingga membakar rumah sendiri. Bahkan ada yang mau membunuh dan memukul. Tetapi bagaimanapun alasannya sebenarnya pemasungan ini tidak dibenarkan,” tambahnya. [wap]

Tags: