Pasien yang Sudah Sehat Berpeluang Reinfeksi Covid-19

Direktur RS Universitas Airlangga, Prof dr Nasronudin

Surabaya, Bhirawa
Peluang kesembuhan Covid-19 perlahan mulai terlihat. Di Indonesia kesembuahn itu mencapai 112 orang per Kamis (2/5). Sementara di Jatim total pasien yang sembuh dari virus ini mencapai 22 orang per tanggal 1 April 2020. Kendati begitu, mereka diminta untuk tetap menjaga imunitas tubuh.
Menurut Direktur RS Universitas Airlangga, Prof dr Nasronudin SpPD KPTI FINASIM pasien Covid-19 dinyatakan sembuh setelah kondisi fisik sehat setelah perawatan. Atau pasien positif yang sehat dan melewati 14 hari masa isolasi.
“Mereka juga harus di swap dua kali, seminggu setelah sehat dan dua hari setelahnya, hasilnya harus negatif, “ujarnya pada Harian Bhirawa, Kamis Harian Bhirawa Kamis (2/4).
Hal ini juga berlaku bagi pasien positif tanpa keluhan yang menjalani isolasi di rumah selama 14 hari. Dengan pengawasan Puskesmas, kondisi kesehatan pasien positif selalu dalam pengawasan meskipun isolasi di rumah.
“Cara kerja virus pada umumnya saat sudah pernah menyerang tubuh akan membuat antibodi. Paling tidak tubuh akan lebih siap saat virus itu menyerang, “urainya.
Namun, Prof Nasron, sapaan akrabnya juga mengingatkan adanya kasus reinfeksi di Wuhan., yaitu pasien yang sudah sembuh akan kembali terinfeksi saat daya tahan tubuhnya tidak baik. “Kalau kekebalan tubuhnya baik, tidak semua orang terinfeksi. Kalaupun terinfeksi tidak berat. Maka daya tahan tubuh harus terus dijaga dengan gaya hidup sehat. Supaya tidak rentan terinfeksi, “urainya.
Infeksi ini juga akan meningkat peluangnya pada orang yang sering terpapar. Sehingga bisa saja orang dalam kondisi sehat saat beberapa kali bertemu bisa terpapar virus. “Tapi semakin banyak paparan, semakin besar resiko terinfeksi. Makanya tenaga kesehatan punya resiko tinggi,” kata dia.
Prof Nasron juga menambahkan dalam kasus Covid-19 saat ini, masyarakat haruslah tetap tenang dan menjaga pikirannya untuk tetap positid. Pasalnya, ia melihat tak sedikit deskriminasi yang terjadi tidak hanya kepada pasien covid dan keluarganya melinkan juga kepada tenaga kesehatan.
“Munculnya stigma negatif tersebut karena kurangnya pemahaman kepada masyarakt luas. Karena itu, perlu dilakukan sosialisasi dan pemahamn secara berkesinambungan. Bagaimana penularan Covid-19 bekerja. Bagaimana kondisi tubuh untuk melindungi serangan Covid-19, serta penanganan terhadap pasien Covid-19 yang meninggal,” jabarnya.
Langkah tersebut harus dimulai dengan penyampaian strategi yang baik kepada yang bersangkutan. Sehingga tidak menimbulkan kepanikan ataupun kekhawatiran.
“Misalnya saja dalam penyempaiaan diagnosis, cara penyampaianya harus jelas dan berhati-hati dalam menjelaskan penyebab penyakit yang diderita dengan memberikan pilihan dari gejala yang dialami dengan gejala Covid-19,” tandasnya. [ina]

Tags: