Petani bawang merah Desa Gadingkulon, Kec Dau, Kabupaten Malang Jumain, saat menunjukkan kondisi bawang merah yang hasil panennya tidak optimal.
Kab Malang, Bhirawa
Akibat musim kemarau yang panjang, petani bawang merah di wilayah Desa Gadingkulon, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang mengalami kerugian. Penyebabnya, tanaman bawang merah yang ditanam kekurangan pasokan air, sehingga pertumbuhan tanamannya tidak optimal, serta mengalami kerusakan.
“Tidak optimalnya dan terjadinya kerusakan tanaman bawang merah karena dalam beberapa bulan terakhir ini, petani sangat kesulitan untuk mendapat pasokan air. Sehingga petani untuk mendapatkan air, maka petani harus bergiliran untuk memperoleh air,” jelas salah satu petani bawang merah asal Desa Gadingkulon, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang Jumain, Selasa (3/11), kepada Bhirawa. Namun, masih dia katakan, air untuk mengairi ladang tanaman bawang merah tidak sesuai harapan petani, karena debet airnya sangat kecil sekali. Sehingga air tersebut tidak mencukupi untuk mengairi ladang pada tanaman bawang merah.
Pasokan air untuk kebutuhan petani di wilayah Desa Gadingkulon berasal dari sumber mata air, yang kini memang mengalami penurunan debet airnya, dikarenakan musim kemarau panjang.
Menurut Jumain, satu hektar tanaman bawang merah biaya produksinya mencapai Rp 70-Rp 80 juta, hingga masa panen yakni selama 100 hari. Biaya produksi sebesar itu, sudah termasuk biaya perawatan serta tenaga. “Tapi dengan adanya musim kemarau seperti sekarang ini, maka dari hasil panen bawang merah tidak seimbang dengan biaya produksi. Dan tentunya, petani mengalami kerugian,” tegasnya.
Dijelaskan, untuk saat ini harga bawang merah ditingkat petani mencapai Rp 12 ribu per kilogram (kg). Sementara harga tersebut, disesuaikan dengan besar kecilnya bawang merah, karena bawang merah yang dihasilkan petani Desa Gadingkulon mengecil, disebabkan kekurangan air. [cyn]
