PayTren Jadi Suksesor Fintech Berbasis Syariah

Pengasuh Ponpes Al. Mahrusiyah, Lirboyo, H Reza Ahmad Zahid, LC MA, Dosen Perbankan Syariah Unair, Dr Imron Mawardi dan PWNU Jatim, KH Ma’ruf Khozin berbincang tentang ekonomi syariah di Indonesia.

Surabaya, Bhirawa
Teknologi Fintech (Financial Technology) akhir-akhir ini sedang digalakkan oleh beberapa institusi. Hal ini merupakan salah satu contoh implementasi GNNT (Gerakan Nasional Non Tunai) yang digalakkan pemerintah dan Bank Indonesia. PayTren merupakan salah satu fintech yang telah memperoleh sertifikasi syariah dari MUI (majelis Ulama Indonesia).
Selain itu, dari sisi legalitas dan keamanan tak diragukan lagi keabsahannya. Menurut pengamat Perbankan Syariah dari Unair, Imron Mawardi saat dikonfirmasi Bhirawa Selasa (22/8) kemarin, PayTren merupakan salah satu sistem loket pembayaran online bersertifikat dari MUI yang telah memenuhi 12 kriteria persyaratan.
“Kini PayTren tak sekedar jadi loket pembayaran online, namun berkembang dengan jenis layanan lain sebab sudah memiliki SIM L, SIUP yang menjadi syarat penjualan berjenjang. Lisensi yang sudah diperoleh PayTren sudah tak dijadikan alasan lagi untuk diragukan kehalalannya, sebab sudah pasti halal dan syar’i,” jelas Imron.
Imron menambahkan, PayTren kini banyak digunakan masyarakat menengah bawah yang mampu meningkatkan perekonomian masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi digital. Sementara menurut wakil PWNU Jatim, KH Ma’ruf Khozin mengatakan tak perlu diragukan lagi saat bertransaksi menggunakan PayTren. Sebab MUI memberi ketegasan bahwa secara syariah PayTren tak melanggar dan aman dijadikan salah satu usaha.
“Jika PayTren belum memenuhi syarat yang ditetapkan MUI, maka Dewan Syariah Nasional MUI tak akan memberikan sertifikat tersebut. Diberikannya sertifikat syariah ini, kami berharap PayTren mampu meningkatkan perekonomian masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah. Kendati belum ada sertifikat, namun pelanggannya sudah 1,6 juta orang,” terang Ma’ruf.
Bahkan ditinjau dari sisi aqad/transaksinya, lanjut Ma’ruf PayTren tersebut SAH. Sebab Paytren menjual aplikasi atau lisensi. “Di dalam fiqh kita, jual beli ‘manafi’ non kebendaan namun didalamnya bernilai ‘mal’ ini boleh dan sah. Halnya jual beli merk, hak cipta, lisensi, pulsa dan lainnya. Aplikasi yang dijual Paytren untuk mempermudah transaksi. Mulai bayar listrik, PDAM, Pajak, Pulsa berbanderol mulai 25.000 s/d 10.000.000,” ujarnya.
Sedangkan fakta di lapangan, sudah 75% peredaran transaksi Paytren merupakan penjualan aplikasi/lisensi, bukan penggunaan layanan aplikasi. “Yang dibumbui intrik menggoda biasanya tidak fair, bahkan bisa jadi bohong. Namun, saat mereka mulai jenuh maka bisa jadi rugi sebab mereka terlanjur meninggalkan pekerjaan yang sebelumnya sudah mapan kendati keuntungan tak banyak,” tandas Ma’ruf. [riq]

Tags: