Pedagang Beras Bantah Adanya Kartel

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Sejumlah pedagang beras di Surabaya membantah adanya kartel beras  yang bermain di Kota Pahlawan. Hal ini terkait informasi yang diberikan KPPU pusat, bahwa setiap daerah rata-rata memiliki 6-7 pedagang beras besar yang dengan sengaja menahan berasnya agar mendapatkan keuntungan berlebih.
Muhammad Husni, pedagang beras di Pasar Beras Bendul Merisi menyanggah pernyataan dari Ketua KPPU Pusat, Syarkawi. Karena di Surabaya, pemasok beras datang dari berbagai kalangan termasuk daerah-daerah yang telah swasembada beras di Jatim. Sehingga ketika beras melimpah, harga beras cenderung turun.
“Jember dan Lumajang, adalah daerah pengirim beras untuk daerah di Surabaya. Jadi tidak benar, kalau berasnya banyak tapi langka. Masnya boleh tanya kepada pelanggan, apakah mereka kesusahan dalam mendapatkan beras kelas medium? Disini mudah untuk mendapatkan. Jika terjadi kartel, yang mempermainkan harga, beras medium tentu harganya pasti melonjak menjadi Rp.12.000. Pada hal sampai hari ini, kami nenjual dengan harga Rp.9000-9500 per kilogramnya,” jelas Husni, Minggu (22/11) kemarin.
Husni melanjutkan, jika terjadi kelangkaan beras di Surabaya lebih disebabkan petani yang banyak berhutang kepada tengkulak. Semisal, petani yang membutuhkan benih untuk tanam mereka berhutang kepada tengkulak, ketika hendak panen tengkulak tersebut sudah memborong gabah yang akan di panen petani.
“Peran Bulog, harus lebih terjun ke petani, agar beras tidak langka. Mereka harus bersaing dengan tengkulak yang biasanya memborong gabah petani, pada hal panen belum tiba. Sekarang yang terpenting, bagaimana mulai dari benih, penanaman, hingga panen pemerintah harus mendampingi petani. Jangan sampai mereka karena keterbatasan modal harus berhutang,” tegasnya.
Sementara itu, bagi Rudi agen beras di Jemursari juga menolak anggapan adanya kartel beras. Karena jumlah pedagang beras dalam skala menengah dan kecil jumlahnya ratusan. Kalau si kartel bermain beras, tentu kartel tersebut akan rugi. Karena banyak pedagang kelas menengah dan kecil memiliki akses untuk mendapatkan beras dari penggilingan.
“Sebenarnya kita tetap bisa mendapatkan beras, tetapi terkendala modal. Belum lagi, kita harus memiliki gudang penyimpanan yang luas. Itu tidak mungkin, tidak semua petani dapat terbeli oleh kartel. Kartel beras besar menahan, dampaknya akan berbalik. Tentu ada kartel beras besar, yang juga ingin menjual produknya supaya mendapatkan keuntungan. Masa modal harus di tahan terus, kan tidak mungkin,” tutupnya. [wil]

Rate this article!
Tags: