Pedagang Bluru Sidoarjo Bentrok Vs Puskopkar

Pedagang yang dibackup buruh metal berhadapan dengan suruhan Puskopkar.

Pedagang yang dibackup buruh metal berhadapan dengan suruhan Puskopkar.

Sidoarjo, Bhirawa
Terjadi bentrokan dalam penggusuran pedagang Pasar Tradisional Bluru Kidul yang menolak direlokasi ke pasar desa, Rabu (18/3) siang, dengan alasan harga pasar baru dinilai mahal. Walaupun pihak penggusur mengerahkan pendukungnya namun berhasil digagalkan pedagang.
Puskopkar Jatim selaku pemilik lahan 1.300 meter persegi yang ditempati pasar tradisional mencoba ingin menguasai lahan yang sudah dimanfaatkan puluhan tahun oleh pedagang, dengan cara memasang papan nama untuk menandai lahan itu miliknya. Rupanya pedagang tak begitu saja melepas kiosnya, karena sudah sekian lama mencari nafkah di pasar yang masuk di komplek perumahan Bluru Permain itu.
Pedagang yang dibackup FSPMI (Forum Serikat Pekerja Metal Indonesia) menolak pemasangan papan hak milik tanah Puskopkar sesuai sertifikat HGB. FSPMI menolak pemasangan papan hak milik tanah Puskopkar sesuai sertifikat HGB Nomor 4358 dan Nomor 4359. Sempat terjadi bentrok antara pedagang dengan perwakilan dari Puskopkar yang ingin memasang papan nama itu.
Salah satu petugas keamanan pedagang sempat terjatuh didorong beberapa orang dari Puskopkar. Kondisi semakin ribut, ketika linggis yang digunakan untuk menggali tanah, dijadikan rebutan kedua belah pihak. Salah satu petugas keamanan pedagang sempat terjatuh didorong beberapa orang dari Puskopkar.
”Semua ada aturannya, jangan main pasang patok sebelum ada kejelasan hak tanah,” teriak salah satu pedagang.Melihat kondisi semakin panas, pihak Puskopkar akkhirnya menarik linggis keluar dari lokasi pasar.
Kades Bluru Kidul, Tri Prastyono prihatin, sesuai dengah sertifikat hak milik yang dimiliki Puskopkar dan copy nya diserahkan ke desa, tanah seluas 1.300 meter persegi itu benar milik Puskopkar. Untuk memperkuat pernyataannya,  Tri menunjukkan bukti sertifikatnya HGB milik Puskopkar. “Kalau sudah ada bukti sertifikat, mestinya pedagang harus sadar,” jelas Tri.
Sementara itu, Sugiono Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Tradisional Bluru Kidul mengaku heran dengan terbitnya sertifikat HGB itu. Selama ini, lahan yang digunakan untuk pasar tradisional itu merupakan Fasum. “Kalau Pasar ini Fasum, mengapa tiba-tiba ada sertifikat muncul atas nama Puskopkar, dasarnya bagaimana?,” tanya Sugiono heran.
Pihak pemerintahan desa sudah berkerjasama dengan swasta membangun Ruko di lahan milik desa di Bluru Kidul yang jauhnya sekitar 400 meter saja dari pasar tradisional. Kios dan lapak yang di BOT 25 tahun hanya ditempati 30% saja, kios selebihnya disediakan untuk pedagang pasar tradisional. Namun kios itu dipatok harga lumayan mahal untuk kios ukuran 2 meter hingga 3 meter untuk masa sewa 15 tahun beaya sewanya Rp25 juta. Ada 130 kios dan puluhan lapak yang disediakan. Pedagang mengatakan, harga sewa kios terlalu mahal. [hds]

Tags: