Pedagang Pasar Turi Tuding PT GBP Memeras

2-gehSurabaya, Bhirawa
Pedagang Pasar Turi terutama yang masuk dalam Kelompok pedagang pasar Turi Surabaya(Kompag) mengaku diperas investor . Dengan dalih biaya pemasangan item, PT Gala Bumi Perkasa, investor Pasar Turi kembali menarik biaya selain sewa stand.
Ata itu pulalah  menurut Kompag sebanyak 3.780 pedagang bersikukuh menolak menempati stand miliknya di Pasar Turi selama pasar terbesar di Indonesia Timur ini dikelola PT Gala Bumi Perkasa. Mereka meminta Pemkot Surabaya mengelola sendir pasar yang terbakar tujuh tahun lalu ini.
Ketua kelompok pedagang Pasar Turi Surabaya (Kompag) H Syukur mengatakan, saat ini pihaknya bersama seluruh pedagang Pasar Turi tetap optimis terhadap statement Wali Kota Surabaya. Pedagang Pasar Turi sekarang berstatus Quo (tidak berjalan/mandeg).
” Kedepannya ingin dikelola oleh Pemkot, kan selama ini masih dikelola PT Gala Bumi Perkasa nah selama di kelola PT itu ada pemerasan dan pemaksaan pada pedagang. Pemerasan itu kalau tidak dibayar akan dihanguskan standnya,” kata H Syukur saat ditemui Bhirawa di Stand jualannya, Rabu (15/10).
Dia memaparkan, selama masih dikelola PT Gala Bumi Perkasa selalu ada pemerasan per standnya yang mencapai ratusan juta rupiah. Mulai dari Rp 10 juta hingga Rp 200 juta bunga dan denda per standnya dalam waktu mulai Januari 2013.
” Adanya start title dan uang BPHTB (biaya pengurusan hak tanah dan bangunan). Dari 3.780 pedagang, yang sudah membayar standnya lunas di PT GBP sekitar 3500 pedagang, bayarnya rata-rata itu dengan denda plus bunganya sebanyak Rp 200 juta per stand,” paparnya.
Pihaknya beserta seluruh pedagang akan bersifat persuasif dan tidak ada seorang pedagang yang ingin berbuat keonaran. Karena menurut Syukur, seluruh pedagang Pasar Turi sesuai instruktur Wali Kota di suruh menunggu Wali Kota.
” Namun pedagang berharap bu Wali memutus kontrak dan secepatnya ambil alih pengelolaannya. Karena seluruh pedagang menolak kecuali satu pedagang yang berbaju investor,” tambahnya.
Selama ini, H Syukur mengatakan pedagang Pasar Turi ini diperas dalam bentuk uang kunci senilai Rp 7,5 juta. Dan untuk menempati stand uang plafon juga membayar Rp 7,5 juta, sedangkan uang rak atau etalase ditarik Rp 9 juta. Dan uang penempatan meja Rp 5 juta, uang IMB Rp 10 juta, dan kalau menambah daya listrik dikenakan Rp 25 juta.
” Nanti pasti ada lagi pungutan-pungutan liar lainnya terkait uang renovasi. Namun PT GBP apabila dimintai tanda bukti atau kwitansi pembayaran tidak mau mengeluarkan dan kalau pedagang minta rincian pembayaran tidak mau mengasih,” geramnya.
Dan perlu diingat dan diketahui Bu Wali Kota, masih kata H Syukur, bahwa pengelolaan selama 25 tahun apabila diberikan PT GBP berarti selama 25 tahun itu jadi ajang pemerasan dan penjajahan. Dan pungutan-pungutan liar ini membuat matinya pedagang secara perlahan terutama pedagang pribumi,” intinya seluruh pedagang tidak mau masuk selama pengelolaannya di pegang PT GBP,” kata H Syukur.
Menurut Syech Al Djufri selaku wakil ketua himpunan pedagang Pasar Turi yang mendampingi H Syukur saat ditemui Bhirawa mengatakan, penjagaan yang dilakukan oleh Sat Brimob Polda Jatim dan Sat Sabhara Polrestabes Surabaya yang disiagakan di Pasar Turi Baru sangat berlebihan.
Pasukan Elit Polri yang dilengkapi tameng dan pentungan itu disiagakan di depan gedung serta disebar di beberapa titik bahkan di pintu keluar ditempatkan mobil Baracuda.
Menurut Syech Al Djufri, penjagaan yang dilakukan sangat berlebihan karena situasi Pasar Turi Baru sendiri sebenarnya aman dan tak ada tanda-tanda bakal ada unjuk rasa pedagang. Arogansi dari PT GBP terkait penempatan tiga kompi Brimob pada hari Selasa (14/10) terbilang aneh dan berlebihan.
” Ini sudah tiga kali dilakukan penjagaan seperti ini, 10 Oktober kemarin mengerahkan lima kompi Brimob, dan kemarin Selasa (14/10) sebanyak tiga kompi, dan sekarang satu kompi. Situasinya aman begini, kenapa harus Brimob yang diturunkan, ini kan aneh,” terangnya.
Sementara itu, dari pantauan Bhirawa di lokasi Pasar Turi Baru, ratusan pedagang menolak menempati stand yang sudah disiapkan karena fasilitas yang ada sampai saat ini masih belum berfungsi. ” Kami diminta menempati, sementara infrastuktur belum berfungsi, listrik belum ada, bahkan kamar kecil saja belum ada, bagai mana kami harus menempati,” papar Djufri.
Dirinya juga menyesalkan tindakan PT GBP yang meminta seluruh pedagang Pasar Turi baru agar segera menempati stand yang sudah disediakan, namun sertifikatnya sendiri masih belum jadi.
” Apalagi pedagang lama masih belum diakomodir terkait korban kebakaran yang mempunyai buku hak pakai itu saja dipersulit masuknya. Sehingga tidak jelas nasibnya sampai kapan sebanyak 300 pedagang yang menjadi korban kebakaran, karena keinginan PT GBP ingin menguasai stand-stand milik pedagang korban kebakaran,” kesalnya. (geh)

Tags: