Pedagang Pasuruan Populerkan Jalan KH Mukmin Jadi Destinasi Kuliner

Pedagang Pasuruan berjualan durian di sepanjang Jl KH Mukmin Sidoarjo, Rabu (20/1).

Pedagang Pasuruan berjualan durian di sepanjang Jl KH Mukmin Sidoarjo, Rabu (20/1).

Musim Durian Datang
Sidoarjo, Bhirawa
Siapa yang tidak suka durian. Si manis nan legit ini selalu ditunggu saat panennya. Memang sulit mencari saat tidak musim, tetapi bila sudah musim akan mengalir seperti banjir bah. Buahnya ada di tepi-tepi jalan. Soal harga sangat relatif tergantung tawar menawar. Itulah uniknya transaksi membeli durian.
Kawasan Jalan KH Mukmin Sidoarjo kini telah berubah menjadi sentra penjualan durian. Transaksi durian di tempat ini bisa berlangsung pagi hingga jam 2 malam. Penjual yang umumnya pendatang dari Pasuruan secara alamiah mempromosikan Jl Mukmin  yang sudah kesohor sebagai kawasan kuliner makanan.
Awalnya  mereka hanya berjualan di trotoar Jl KH Mukmin, ada sekitar 3 sampai 4 stan duren yang nongkrong di atas mobil pikap. Saat itu memang mengganggu karena mobil pikapnya berada di badan jalan yang sangat sibuk.
Merintis usaha dengan cara berdagang durian di atas pikap ternyata mendatangkan hasil lumayan. Ini yang membuat pedagang Pasuruan tertarik membuka lapak di sepanjang Jl Mukmin.
Akhirnya ada cara berjualan lebih efektif dan tidak mengganggu badan jalan, yakni menyewa rumah warga setempat. Namun harga sewa rumah itu cukup mahal dengan tarif bervariasi Rp 3-7 juta/bulan. Problem mahalnya sewa rumah itu dianggap bisa nyucuk  dengan keuntungan yang diperoleh mereka.
Asumsinya satu hari mengeluarkan Rp 100 ribu untuk sewa rumah. Sebanding dengan harga 1 atau 2 buah durian. Anggap saja sewa itu diganti dengan penjualan 1-2 buah durian saja.  “Rumah mungil ini saya sewa Rp 3 juta per bulan,” kata Ridwan, penjual durian dari Kec Winongan, Kab Pasuruan kepada Bhirawa kemarin.
Rumah sederhana yang dia sewa berukuran 3 x 11 meter menjadi mahal karena menghadap jalan raya. Tentu saja rumah disewa selama musim durian saja, yakni antara Desember-Mei saja. Kalau disewa 6 bulan maka biaya sewanya Rp 18 juta. “Cukup mahal sebenarnya untuk rumah mungil seperti ini.  Tetapi karena kami butuh maka harga mahal bukan masalah,” kata Ridwan.
Malah di lokasi yang tidak jauh dari tempat Ridwan, ada rekannya menyewa rumah Rp 7 juta per bulan. Tentu saja rumahnya cukup besar dan bisa digunakan untuk 2 kelompok pedagang. Sudah ada perjanjian dengan pemilik rumah bahwa rumah ini disewa pada saat musim durian saja. Namun sudah ada komitmen untuk memperpanjang sewa pada musim durian tahun berikutnya.
Pedagang tidak rugi meski mengeluarkan uang sewa sebanyak itu, biayanya sama saja dengan menyewa mobil pikup yang kisarannya Rp 5 juta per bulan. Enaknya dengan menyewa rumah warga, para pedagang bisa menyediakan meja kursi untuk penikmat durian yang ingin makan di tempat.
Para pedagang di sepanjang Jl Mukmin ini tinggal menunggu kiriman durian dari Pasuruan, biasanya datang setiap 2 kali dalam sepekan. Dengan begitu tidak perlu mondar mandir pulang ke Pasuruan untuk mengambil barang. Durian asal Pasuruan dikenal cukup manis dan legit sehingga banyak disukai konsumen.
Sueb, pedagang durian di jalan itu mengatakan pernah menjual durian dari Wonosalam, Jombang atau dari Lampung. Tetapi durian Pasuruan lebih unggul.
“Saya juga pernah berjualan di Mojosari, Kab Mojokerto tetapi ternyata durian yang didatangkan dari Wonosalam Jombang tidak semanis Pasuruan sehingga tidak seberapa laku,” kata Sueb.
Diceritakan Sueb, saat ini memang ada pedagang besar yang mendatangkan durian dari Lampung, Sumatera. Mereka mendatangkan dalam jumlah besar dengan kontainer. Tetapi durian Lampung ini modalnya besar, bila laku memang untung besar tetapi kalau rugi maka ruginya juga besar. Bisa saja, durian yang tidak laku menjadi busuk dan tidak laku. Sebagai pedagang kecil, ia lebih suka bermain yang kecil-kecil saja dengan kulak satu boks saja.
Sebenarnya bukan hanya di Jl Mukmin saja, sentra durian juga berkembang di Jl Raya Juanda sisi utara. Namun masih berjualan dengan cara konvensional yakni dengan menyewa bedak, ada lagi yang menimbun di tepi jalan. Namun kondisi ini tidak mengganggu jalan karena suasana sisi utara raya Juanda relatif sepi. [Hadi Suyitno]

Tags: