Pejuang Ebola dan Pesan Kemanusiaan

Agung Saras Sri Widodo MAOleh:
Agung SS Widodo, MA
Penulis adalah Peneliti Sosial-Politik Institute For Research and Indonesian Studies (IRIS)

Mereka berjuang seperti pepatah, bertarung tanpa senjata yang berkilau, tapi memiliki hati pahlawan”
( Nancy Gibss, Editor Majalah Time)
Belum lama ini, Majalah Time akhirnya memilih orang-orang yang berjuang melawan Ebola sebagai “Person of The Year” 2014. Dipilihnya para pejuang Ebola sebagai penerima penghargaan tersebut tentunya bukan tanpa alasan, selama ini mereka bertaruh nyawa dan berani mengambil resiko untuk menyelamatkan orang-orang yang secara positif tertular Ebola. Peristiwa ini merupakan sejarah kemanusiaan yang patut untuk diapresiasi, mengutip pernyataan editor Time, Nancy Gibss, bahwa mereka yang berjuang menyelamatkan para korban Ebola layaknya pepatah ‘bertarung tanpa senjata yang berkilau, tapi memiliki hati pahlawan”. Tercatat pada tahun 2014 wabah Ebola mencapai pemukiman kumuh di Liberia, Guinea dan Sierra Leone. Kemudian melakukan perjalanan ke Nigeria dan Mali, Spanyol, Jerman dan Amerika Serikat.
Para pejuang Ebola telah memberikan teladan dan pesan kemanusiaan kepada kita, bahwa tidak ada satupun rintangan yang mampu menghalangi langkah ketika niat suci dan keinginan untuk membantu sesama telah terpatri di dalam sanubari. Kisah heroik para pahlawan kemanusiaan ini menjadi kritik atas kinerja pemerintah maupun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang selama ini belum mampu menyelesaikan persoalan endemik Ebola di tanah Afrika. Kasus endemik Ebola tercatat menjadi salah satu tragedi kemanusiaan terbesar, sekaligus menjadi kritik atas sistem kesehatan global yang yang masih saja carut marut. Pun, yang sangat disayangkan, sengkarut sistem kesehatan yang terjadi di Afrika salah satunya juga disebabkan oleh praktek korupsi-suap yang dilakukan oleh para oknum maupun mafia pemerintahan.
Pesan kemanusiaan yang tergambar dalam peristiwa tersebut harus menjadi pelajaran bagi kita agar hal yang serupa tidak dialami oleh bangsa ini, setidaknya ada dua hal yang harus diperhatikan; pertama, negara harus menjalakan sistem kenegaraan (penyelenggaraan pemerintahan) secara bersih, profesional, dan bebas dari segala bentuk praktek kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Point ini menjadi sangat penting mengingat carut marut sistem kesehatan yang terjadi di Afrik dikarenakan mental para pejabat yang korup. Hal ini yang kemudian mendorong para pekerja bantuan medis Kristen, pasukan khusus dari Doctors Without Borders / Medecins Sans Frontieres (MSF), Samaritan Pures, dan tenaga medis di seluruh dunia datang untuk membantu para pejuang Ebola dari daerah lokal.
Kedua, adanya dorongan kemanusiaan atas nama Tuhan menjadi entry point dalam fenomena ini bahwa para pejuang kemanusiaan tersebut tidak bergerak atas nama harta maupun jabatan, akan tetapi atas nama Tuhan yang telah memberikan perasaan kasih dan sayang untuk menolong sesama. Sikap inilah yang sepertinya mulai memudar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Toleransi tak ubah nya jargon yang hanya bisa disuarakan dan didiskusikan dalam ruang-ruang akademis tanpa kemudian bertransformasi dalam ruang empirik. Ruang ke-bhinneka-an yang ika sebagai wadah dalam diskurs multikulturalisme pun seolah-olah terlah menjadi absurd (tidak jelas).
Secara gamblang, kita diingatkan untuk kembali pada Pancasila, dimana nilai-nilai tersebut telah tergores dengan tajam dan menjadi keluhuran budi pekerti dalam urat nati kehidupan masyarakat Indonesia. Bangsa Indonesia dibesarkan dengan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, dan penghargaan bagi sesama. Pun kemudian nilai-nilai tersebut sudah sepatutnya mengejawantah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta mengilhami segala lini kebijakan sektoral. Para pejuang Ebola melalui pesan kemanusiaannya telah menyiratkan semangat dan asa (harapan) agar terus berjuang demi kemanusiaan tanpa mengenal lelah. Dan sikap tersebut harus dibarengi dengan mentalitas yang tidak korup dan mengutamakan kepentingan nasional
Pada dasarnya semua harus berjuang demi kemanusiaan serta keselamatan seluruh jiwa manusia, dan para pejuang Ebola telah membuktikan komitmennya untuk mengutamakan kemanusiaan diatas kepentingan dirinya. Disinilah kita belajar untuk berkomitmen bersama negara untuk memegang teguh nilai-nilai keluhuran (Pancasila) demi kebebasan dan perjuangan kemanusiaan diranah global.

                                                                     —————- *** —————-

Rate this article!
Tags: