Pekerja Pabrik di Kabupaten Malang Terima Kenaikan Upah 8,71 Persen

Kepala Disnaker Kab Malang Yoyok Wardoyo [cahyono/bhirawa]

Kab Malang, Bhirawa
Para pekerja pabrik di wilayah Kabupaten Malang pada 2018 mendatang akan menerima kenaikan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) sebesar 8,71 persen atau akan menerima kenaikan UMK sebesar Rp 206.297.
Sedangkan pada tahun 2017, ungkap Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Malang H Yoyok Wardoyo, Minggu (19/11), kepada Bhirawa, para pekerja pabrik yang tersebar di wilayah Kabupaten Malang menerima upah kerja sebesar Rp 2.368.510 dalam setiap bulan yang mereka terima. Dan sebelum UMK di Provinsi Jawa Timur (Jatim) ditetapkan oleh Gubernur Jatim, pihaknya telah mengusulkan kepada Gubernur yakni sebesar 2.674.807. “Namun, UMK yang kami usulkan kepada Gubernur Jatim tersebut masih belum disetujui, sehingga Gubernur menetapkan UMK Kabupaten Malang pada 2018 sebesar Rp 2.574.807,” ujarnya.
Menurutnya, UMK Kabupaten Malang lebih tinggi dari Kota Malang yakni hanya sebesar Rp 2.470.073, begitu juga dengan UMK Kota Batu hanya sebesar Rp 2.384.167. Meski kenaikan UMK pada 2018 hanya sebesar 8,71 persen, dan itu tidak sesuai dengan yang kita usulkan, namun kenaikan UMK sebesar itu masih bisa diterima oleh para pekerja. Karena kenaikan UMK disesuaikan dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), sehingga nilai UMK di Kabupaten Malang dengan Kota Malang dan Kota Batu tidak sama.
Dan setelah ada penetapan Gubernur Jatim, Yoyok melanjutkan, maka perusahaan dilarang membayar upah lebih rendah dari ketetapan UMK. Dan bagi perusahaan yang tidak mampu melaksanakan UMK dapat mengajukan penangguhan pelaksanaan UMK kepada Gubernur Jatim melalui Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jatim sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. “Tapi jika ada perusahaan yang telah melanggar peraturan dalam memberikan upah tidak sesuai penetapan UMK, tentunya akan dikenakan sanksi,” tegasnya.
Dia juga menyampaikan, pada tahun 2016 ada beberapa perusahaan di wilayah Kabupaten Malang yang tidak mampu membayar pekerjanya sesuai dengan UMK, sehingga mereka melakukan penagguhan UMK. Sedangkan penangguhan UMK tersebut, karena kondisi perusahaannya tidak begitu sehat. Dan jika dipaksakan membayar upah sesuai dengan UMK, maka kita khawatirkan akan terjadi pengurangan tenaga kerja, bahkan perusahaan itu bisa gulung tikar.
“Jika ada perusahaan gulung tikar karena tidak mampu membayar pekerjanya sesuai dengan penetapan UMK, tentunya akan berdampak kerawanan sosial di wilayah Kabupaten Malang. Sehingga pemerintah memberikan pengampunan melalui penangguhan UMK, asalkan perusahaan itu benar-benar tidak sehat,” papar Yoyok.
Secara terpisah, salah satu pekerja pabrik di wilayah Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang Sri Samsiah mengatakan, dirinya tidak mempermasalahkan penetapan UMK 2018 untuk Kabupaten Malang sebesar Rp 2.574.807. Meski penetapan UMK jauh dari harapan para pekerja pabrik, tapi dirinya mau tidak mau harus menerima keputusan pemerintah. Sebab, UMK sebesar itu masih kurang memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, yang seharusnya UMK yang kami terima ini setiap bulan sudah diatas Rp 3 juta.
Karena, tegas dia, kebutuhan hidup tidak hanya untuk makan saja, namun juga kebutuhan biaya untuk anak sekolah. Sehingga harapan para pekerja pabrik, anak-anaknya harus bisa bersekolah lebih tinggi yaitu bisa menempuh pendidikan di perguruan tinggi. “Tapi jika UMK yang diterima para pekerja pabrik sebesar Rp 2,5 juta, apakah bisa mensekolahkan anak hingga perguruan tinggi. Sehingga pemerintah harus mempertimbangkan penetapan UMK di tahun 2019,” ucapnya. [cyn]

Tags: