Pelabuhan Baru Probolinggo Siap Dijadikan Pelabuhan Internasional

Gubernur Jatim Dr H Soekarwo mendampingi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melakukan peninjauan lokasi pelabuhan usai Penandatanganan Kerjasama Pemanfaatan Terminal Baru Pelabuhan Probolinggo.

Jatim Satu-satunya Provinsi Kelola Pelabuhan
Pemprov, Bhirawa
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo menyatakan Pelabuhan Baru Probolinggo siap untuk dijadikan pelabuhan internasional. Sebab, pelabuhan tersebut telah memiliki sertifikat pernyataan pemenuhan keamanan fasilitas pelabuhan yang diterbitkan Kemenhub RI, berdasarkan International Code For Security of Ships and Port Facilities (ISPS Code).
Karena itu, kedepan Pelabuhan Baru Probolinggo akan terus dikembangkan. Pemprov Jatim sendiri telah mengalokasikan dana melalui APBD senilai lebih dari Rp300 miliar untuk membangun infrastruktur pelabuhan tersebut. Hingga 2016, total luas lahan pelabuhan telah mencapai 23,12 hektare.
Adapun untuk sisi laut yang dibangun dengan dana APBN telah terbangun dua dermaga, yaitu dermaga satu berdimensi 93 m x 18,5 m dengan kedalaman -5 mean low water springs (MLWS) dan dermaga dua berdimensi 229 m x 31 m dengan kedalaman -10 MLWS.
“Ke depan, pengembangan yang dilakukan adalah membangun dermaga tiga dengan kedalaman -13 MLWS dan dermaga empat dengan kedalaman -16 MLWS agar bisa melayani kapal container dan curah dengan  kapasitas yang lebih besar,” ungkap Gubernur Soekarwo, saat penandatanganan Perjanjian Kerjasama Pemanfaatan (KSP) Terminal Baru Pelabuhan Baru Probolinggo antara Kementerian Perhubungan dengan PT Delta Artha Bahari Nusantara, BUMD milik Pemprov Jatim, di Terminal Baru Pelabuhan Probolinggo, Minggu (20/8).
Dengan ditandatanganinya KSP ini, Pemprov Jatim secara resmi mengelola sepenuhnya Pelabuhan Baru Probolinggo. Dan menjadikan Pemprov Jatim satu-satunya provinsi di Indonesia yang memperoleh izin Pemerintah Pusat untuk mengelola pelabuhan.
Pakde Karwo, sapaan akrab Gubernur Soekarwo mengatakan, keberadaan Pelabuhan Baru Probolinggo  menekan ongkos transportasi hingga 32 persen. Hal tersebut menguntungkan perusahaan-perusahaan yang berada di Probolinggo dan sekitarnya. Karena, kegiatan bongkar muat tidak lagi dilakukan di Surabaya, tapi bisa di Probolinggo.
“Pelabuhan ini sangat membantu mengurangi kepadatan Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya karena mampu membantu keperluan bongkar muat untuk wilayah Pasuruan-Probolinggo-Situbondo-Bondowoso dan sekitarnya. Ongkos transportasinya jadi lebih efisien hingga 32 persen,” katanya.
Pada awalnya, lanjut Pakde Karwo, Pelabuhan Baru Probolinggo dibangun dan dikembangkan dengan tujuan sebagai back up system transport akibat bencana lumpur Lapindo. Namun dalam perkembangannya, pelabuhan ini mampu berperan lebih dan menjadi salah satu motor penggerak ekonomi.
Hal itu dibuktikan dengan perkembangan arus bongkar muat barang di pelabuhan Baru Probolinggo yang cukup signifikan dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Tercatat rata-rata kunjungan kapal per-bulan pada 2016 sebesar 25 kapal/bulan, pada Juli 2017 jumlah itu meningkat menjadi 36 kapal/bulan atau naik 44 persen. Sedangkan rata-rata volume bongkar muat per bulan pada 2016 sebesar 36.048 T/M3. Kemudian pada Juli 2017, jumlah itu meningkat 137,70 persen menjadi 85.686 T/M3.
Tercatat sejumlah perusahaan memanfaatkan pelabuhan ini antara lain PT Cheil Chedang Indonesia, PT Tjiwi Kimia dan industri-industri di daerah Ngoro Mojokerto. Keberadaan pelabuhan baru ini juga sudah bisa melayani berbagai kepentingan ekonomi, seperti pengiriman batu bara, aspal curah, tepung dari NTB dan Semen serta pengiriman sebanyak 1.500 ton beras Bulog ke berbagai wilayah di Indonesia.

Tags: