Pelaku Musik Keluhkan Larangan Izin Konser di Kabupaten Jombang

Group Band Reggae Central Of Peace (C.O.P). [Arif Yulianto/ Bhirawa]

Jombang, Bhirawa
Sulitnya izin konser bagi aliran musik reggae, punk, dan metal di Kabupaten Jombang dikeluhkan pekerja aliran musik tersebut di Kabupaten Jombang. Merkea mengeluhkan sepinya job manggung hingga sepinya project event organizer dampak dari sulitnya memperoleh ijin konser tersebut.
Central Of Peace (C.O.P), salah satu band reggae di Jombang juga merasakan langsung dampak dari tidak diizinkannya kegiatan konser musik di Jombang. Ia mengatakan, kondisi perkembangan musik ‘indie’ yang ada di Jombang, dikatakannya cukup memprihatinkan.
“Satu dua tahun yang lalu perkembangan musik indie di Jombang cukup baik. Namun satu tahun terakhir ini ‘down’ banget, turun banget. Karena konser di jombang sudah tidak diperbolehkan lagi oleh polisi,” kata Sadam Husein (21), vokalis P.O.C kepada wartawan, Jumat (03/08).
Menurut Sadam, larangan konser musik reggae di Jombang tersebut merupakan dampak dari adanya peristiwa lagu genjer-genjer yang dibawakan oleh salah satu band reggae saat konser di Mojokerto beberapa tahun lalu.
“Kita dilarang konser di Jombang karena waktu itu setahun yang lalu, event reggae di mojokerto ada band reggae yang membawakan lagu genjer-genjer, dan itu berimbas ke kita. Setahun ini kita tidak diperbolehkan konser di jombang,” tandasnya.
Dampak dari izin konser yang tidak dikeluarkan oleh pihak kepolisian juga dirasakan penyelenggara event di Jombang. Fuad Effendi, Pemilik Event Organizer (EO), Samsara Raya yang berkantor di Jombang ini, merasa tidak pernah mendapatkan job untuk menyelenggarakan konser Reggae di Kabupaten Jombang.
Menurut Fuad, sebelum larangan konser di Jombang diberlakukan, dirinya bisa menyelenggarakan event reggae hingga satu bulan dua kali event. Karena kondisi di Jombang yang sulit mendapatkan izin konser reggae, Fuad lebih banyak bertarung di luar kota.
“Kalau sekarang ya tarung di luar kota mas,” kata pria yang akrab disapa Kerdus di kalangan pemusik.
Sementara itu, Dewan Kesenian Jombang (Dekajo) menilai, dampak larangan konser tersebut akan membunuh daya kreatif pemuda dan mematikan usaha kreatif di bidang seni. Ketua Dekajo, Nanda Sukman mengatakan, hal itu dapat mematikan indutri musik dan ekonomi kreatif.
“Saya kira pengusaha kreatif akan mati. Misalnya studio musik perlahan akan mati, karena tidak laku lagi. Yang kedua, konser itu tidak hanya mengenai pertunjukan, tapi disitu juga ada ekonomi kreatif yang jalan,” terangnya lewat sambungan Telepon Seluler (Ponsel) nya kepada wartawan, Sabtu (04/08).
Ia menangkap adanya diskriminasi yang dilakukan oleh pihak berwajib terkait hal tersebut. Diberikannya ruang konser musik dangdut, sementara untuk reggae tidak, kata Nanda adalah satu bentuk ketidakadilan.
“Saya kira tidak ‘Fair’lah, saya kira pihak berwajib harus fear terhadap permasalahan ini. Kami akan menjembatani ini semua,” pungkasnya.(rif)

Tags: