Pelaku Usaha Surabaya Sambut Penurunan Suku Bunga Acuan

Ketua Kadin Surabaya, Jamhadi [m ali/bhirawa]

Surabaya, Bhirawa
Penurunan suku bunga acuan 7-Days Reverse Repo (7DRR) Rate sebesar 25 basis poin dari sebelumnya 4,75% menjadi 4,5% disambut baik oleh kalangan pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Kota Surabaya. Hal itu memang sangat dinantikan oleh kalangan pengusaha agar pertumbuhan ekonomi di sektor riil bisa bergerak lebih cepat.
Ketua KADIN Surabaya, Dr Ir Jamhadi, MBA, yang ditemui di ruang kerjanya Kamis (7/9) kemarin menilai, pelaku usaha di sektor riil memerlukan fasilitas pembiayaan dengan bunga lebih rendah. Dengan bunga rendah itu, akan memicu orang tidak menabung tetapi berbisnis. “Kalau bank landing ke UKM bisa murah, maka ekonomi riil akan menjadi lebih merata sekaligus bisa mengurangi disparitas ekonomi,” kata CEO Tata Bumi Raya Group ini.
Menurut dia, suku bunga yang berlaku saat ini masih kalah dengan beberapa negara di ASEAN. Namun demikian, dia optimis suku bunga acuan ini akan mendorong daya saing Indonesia di kancah internasional. “Tentunya akan memicu keinginan orang masuk ke sektor riil dari pada deposito. Dengan demikian akan membuka lapangan usaha dan kerja baru, dan kredit akan tumbuh,” katanya.
Merujuk data Bank Indonesia, sampai triwulan II tahun 2017, realisasi kredit Perbankan di Jawa Timur mencapai Rp 476,39 triliun. Nilai itu tumbuh 7,84% daripada periode sebelumnya (year on year). Sedangkan Dana Pihak Ketiga (DPK) di periode yang sama mencapai Rp 475,92 triliun atau tumbuh 9,88% dibandingkan periode sebelumnya. Dan aset yang tercatat sebesar Rp 584 triliun atau tumbuh 8,56%.
Rupanya, giro dan deposito masih menjadi pendorong utama peningkatan DPK di Perbankan di Jawa Timur. Sedangkan DPK dari tabungan menurun. Kenaikan DPK ini didorong oleh DPK korporasi, sebaliknya DPK perseorangan mengalami penurunan.
Berdasarkan jenis kegiatan, kenaikan DPK terjadi pada bank umum konvensional yang tumbuh dari 8,78% di triwulan I menjadi 9,81% di triwulan II. Sedangkan kinerja penghimpunan DPK perbankan syariah justru melambat dari 12,45% menjadi 11,61%.
Meski demikian, perbankan syariah memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi untuk giro sebesar 16,28% dan tabungan sebesar 14,50%. Sementara untuk deposito bank umum konvensional mampu mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi, yaitu 12,35%.
Hal penting lain, menurut Jamhadi, yang perlu diupayakan Pemerintah ialah membuat regulasi terhadap besarnya uang mengendap yang diperkirakan sebesar Rp 310 triliun. KADIN mengusulkan, agar Pemerintah membuat regulasi dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) atau Keppres yang intinya mengimbau supaya uang mengendap di masyarakat masuk ke investasi. “Itu perlu dilakukan guna memperkuat sektor riil. Jika diperlukan buat suatu ketentuan agar uang mengendap masuk sistem Perbankan dan ada tenggat waktu,” pungkas Jamhadi. [ma]

Tags: