Pelantikan Kepala Daerah di Istana Negara Sulit Terwujud

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Keinginan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo yang ingin menggelar pelantikan kepala daerah secara serentak di Istana Negara di Jakarta tampaknya akan sulit diwujudkan. Sebab hal itu akan melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
“Sesuai UU Nomor 8 Tahun 2015, maka pelantikan bupati/wali kota harus dilakukan di ibu kota provinsi dan dilakukan oleh gubernur. Makanya jika ada rencana pelantikan dilakukan di Jakarta itu bisa melanggar undang-undang,” kata Gubernur Jatim Dr H Soekarwo, Rabu (27/1).
Menurut dia, bunyi undang-undang telah jelas dan tidak perlu lagi ditafsirkan sehingga wacana pelantikan di Istana Negara di Jakarta atau Bogor harus memiliki payung hukum yang jelas. Artinya undang-undang harus diubah dulu, yang tentunya memerlukan waktu lama.
Kalaupun menggunakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu), lanjutnya, juga sangat sulit karena syarat Perppu haruslah ada kegentingan yang bersifat memaksa. Sedangkan pelantikan kepala daerah tidak masuk dalam kegentingan yang memaksa.
“Selain itu, kalau dilantik serentak bersamaan di Istana Negara di Jakarta atau Bogor, maka Presiden harus melantik gubernur terlebih dulu, kemudian gubernur yang akan melantik bupati/wali kota,” tutur Pakde Karwo, sapaan lekat Gubernur Soekarwo.
Sementara itu, Komisioner KPU Jatim, Choirul Anam mengatakan dari enam gugatan perselisihan hasil pemilihan Pilkada di Jatim, seluruhnya sudah dinyatakan ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Enam daerah yang mengajukan gugatan peselisihan adalah Kabupaten Gresik, Ponorogo, Malang, Jember, Situbondo dan Sumenep.
Dengan penolakan ini, KPU di enam daerah juga segera melakukan penetapan pasangan calon terpilih sehingga tinggal menunggu jadwal pelantikan. Itu artinya pelaksanaan tahapan Pilkada di 19 kabupaten/kota telah clear, yakni pasangan terpilih telah ditetapkan semua. [iib]

Tags: