Pelimpahan Aset Terganjal Proses Splitsing

Foto: ilustrasi aset tanah

Tersisa Tujuh Daerah Belum Tuntas
Pemprov, Bhirawa
Pelimpahan aset yang menjadi amanah Undang-Undang 23 tahun 2014 akan menjadi salah satu pekerjaan rumah yang akan ditanggung Pemprov Jatim di bawah pemimpin baru Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak. Sebab, terdapat sejumlah aset daerah yang masih terganjal proses pemisahan berkas (Splitsing) sehingga tidak dapat dihapus sebagai aset pemerintah daerah setempat.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Jatim Dr Jumadi menuturkan, proses serah terima terus dikejar dengan maksimal. Permasalahan yang muncul sangat spesifik pada tiap aset yang tengah diserahkan. Khususnya terkait aset yang melekat di dalamnya aset pemerintah daerah. “Penyerahan aset dari kabupaten/ kota ke provinsi telah dilakukan pada 2 Oktober 2016.
Tapi audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang masuk di neraca 2017 ternyata tidak sama antara yang diterima dengan yang akan dihapus,” tutur Jumadi dikonfirmasi kemarin, Senin (11/2).
Karena permasalahan itu, BPK meminta Pemprov melakukan rekonsiliasi data set dengan pemerintah daerah pada 2018. Pada proses rekonsiliasi tersebut diketahui, terdapat sejumlah aset yang melekat dengan aset daerah. “Karena itu pemerintah daerah harus mengurangi luas aset terlebih dahulu melalui proses splitsing di BPN (Badan Pertahanan Nasional),” tutur Jumadi.
Sementara itu Kabid Pengelolaan Aset Daerah BPKAD Jatim Arief Bidjaksanawan menambahkan, terdapat sembilan kabupaten/kota yang tidak ada perubahan Berita Acara Serah Terima (BAST). Selanjutnya, 21 daerah yang telah melakukan BAST setelah terjadi perubahan. Sementara ada tujuh daerah yang belum mengirimkan usulan perubahan.
Tujuh daerah tersebut antara lain Bojonegoro, Jombang, Mojokerto, Nganjuk, Batu, Kota Mojokerto dan Surabaya. “Permasalahannya berbeda-beda tiap daerah. Jenis asetny juga tidak sama,” tutur Arief.
Dia mencontohkan, di Kabupaten Nganjuk serah terima telah dilakukan, namun lampiran belum ditandatangani kepala daerah. Sementara di Jombang, dua sekolah masih melakukan splitsing dan Kota Batu terdapat sekolah yang berdiri di atas Tanah Kas Desa (TKD). “Surabaya yang masih bermasalah adalah SMA komplek dan Terminal Oso Wilangun (TOW),” tutur Arief.
Di SMA komplek tersebut, lanjut Arief, terdapat rumah dinas yang berada di satu lokasi dengan sekolah namun akan diambil Pemkot Surabaya. Sementara TOW yang sejatinya merupakan terminal tipe A dan diserahkan ke pusat, diturunkan statusnya menjadi tipe B dan diserahkan ke provinsi. Selain itu, di Surabaya juga terdapat SMAN 7 yang di dalamnya terdapat rumah dinas dan sebagian masih ditempati.
“Kita tidak bisa menerima (Terminal) karena pada realitasnya terminal itu merupakan tipe A yang melayani trayek antar kota antar provinsi,” tandasnya.
Selain aset yang dilakukan splitsing, Arief juga mengakui adanya problem terkait serah terima aset Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) yang didalamnya terdapat Tempat Pelelangan Ikan (TPI). “Jadi TPI itu lokasinya mesti di dalam PPI. Tetapi pengelola TPI masih di kabupaten/kota, sementara PPI berdada di provinsi,” pungkas dia. [tam]

Tags: