Pelindo Jamin Tak Ada Monopoli Bongkar Muat

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Kepala Humas PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III Persero, Edi Priyanto menegaskan perusahaanya sebagai salah satu BUMN Kepelabuhanan tidak melakukan monopoli terhadap kegiatan bongkar muat di sejumlah pelabuhan, dan masih memberikan kesempatan kepada pihak lain.
“BUMN Pelindo tidak melakukan monopoli usaha bongkar muat di Pelabuhan. Pelindo III juga masih memberikan kesempatan bekerja kepada asosiasi lain untuk tetap bekerja di Terminal Umum Pelabuhan Tanjung Emas yang dikelola oleh Pelindo III,” ucap Edi dalam keterangan persnya di Surabaya, Minggu (29/11).
Penegasan itu disampaikan Edi sebagai sikap Pelindo III terkait laporan Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat (APBMI) Jawa Tengah, yang melaporkan Pelabuhan Tanjung Emas telah melakukan monopoli di pelabuhan setempat.
Menurut Edi, dalam laporannya APBMI meminta agar Polda Jateng memasang garis polisi atau police line di dermaga, agar tidak ada aktivitas.
Apabila tuntutan itu dipenuhi, kata Edi, akan menjadi preseden buruk karena berdampak pada terhambatnya peran Pelabuhan Tanjung Emas sebagai gerbang keluar masuknya barang, dan dikhawatirkan dapat berakibat pada lumpuhnya perekonomian daerah, khususnya Provinsi Jawa Tengah.
“Laporan APBMI Jateng tersebut adalah sah-sah saja karena semua warga negara memiliki hak yang sama untuk itu, namun BUMN Kepelabuhanan merupakan kepanjangan tangan kepentingan Pemerintah dalam percepatan pembangunan dan ekonomi melalui usaha kepelabuhanan,” katanya.
Edi menjelaskan, BUMN Pelindo III Tanjung Emas juga telah menjalankan amanat pemerintah dengan membangun fasilitas kepelabuhanan dan melengkapi peralatan bongkar muat yang nilainya ratusan miliar sehingga pergerakan perdagangan dan ekonomi Jawa Tengah semakin baik.
Sementara itu Direktur The National Maritime Institute (Namarin), Siswanto Rusdi menyebutkan laporan APBMI bisa merusak citra pelabuhan nasional di mata komunitas maritim global.
Menurut Rusdi, laporan itu terjadi karena kekurangpahaman para pihak terkait atas peraturan perundang-undangan yang mengatur eksistensi BUMN pelabuhan. “Mereka beranggapan dengan diberlakukannya UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, semua pihak berada dalam posisi yang sejajar. Itu anggapan yang kurang tepat. UU tersebut, khususnya Pasal 344, memberi perlakuan khusus kepada BUMN Kepelabuhan. Namanya saja BUMN, wajar mereka dapat keistimewaan,” ucap Rusdi.
Untuk itu dia berharap, pihak-pihak terkait dapat menerima keistimewaan yang dimiliki BUMN Kepelabuhanan dan menyetop segala upaya yang menganggu bisnis mereka. “Jika bisnis BUMN Kepelabuhanan terganggu, pihak terkait itu akan terganggu pula bisnisnya. Karena pihak terkait itu adalah sub-sistem dari BUMN Kepelabuhanan,” ujarnya. [ma,ant]

Tags: