Pembangunan Apartemen Gunawangsa Tidar Diduga Bikin Rumah Warga Rusak

Ketua RT VII Asem Bagus, Aris Guntoro menunjukkan tembok rumahnya yang mengalami keretakan di setiap ruangan rumahnya akibat pembangunan apartemen Gunawangsa Tidar, Selasa (28/3) kemarin. [Gegeh Bagus Setiadi/bhirawa]

Surabaya, Bhirawa.
Pembangunan apartemen Gunawangsa Tidar di Jalan Tidar Nomor 350 Kelurahan Tembok Dukuh, Kecamatan Bubutan dikeluhkan warga sekitar. Pembangunan apartemen tiga tower tersebut menyebabkan rumah rusak, aliran air bersih mampet, gangguan pada jaringan televisi, hingga hujan debu saban hari.
Pengamatan Harian Bhirawa di RT VII RW II Asem Bagus, Selasa (28/3) banyak rumah yang mengalami keretakan pada dinding. Sedikitnya, ada 50 rumah yang mengalami hal yang sama. Kerusakan pada umumnya adalah retak pada tembok rumah mulai dari retak ringan hingga rekahan besar. Retak pada lantai juga terjadi pada beberapa rumah. Kerusakan lain yang bervariasi juga terjadi termasuk gangguan debu.
Keresahan warga pun juga dialaminya sudah hampir setahun lamanya lantaran tidak ada respon, baik pemerintah setempat ataupun pihak pengembang. Khususnya, warga RT VII ini salah satu dari kedelapan RT yang masuk dalam RW II. Namun, tidak semua RT menerima penjelasan dari pihak pengembang akan dampak pengerjaan apartemen dengan tiga tower ini.
Setelah Harian Bhirawa menggali, alasan tidak semua RT mendapatkan kompensasi dari pihak pengembang lantaran ada tim yang dibentuk Lurah Tembok Dukuh lama. Nama tim tersebut yakni “Tim Tujuh” yang terdiri dari RW II, RT  V-VI, dan tokoh masyarakat. Pembentukan Tim tersebut atas inisiatif Camat dan Lurah sebelum di rolling oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
“Warga resah akan pembangunan apartemen Gunawangsa Tidar karena banyak rumah warga yang retak dan berdebu. Selain itu, aliran air PDAM juga mampet sejak setahun ini,” kata Ketua RT VII Asem Bagus, Aris Guntoro saat ditemui dirumahnya yang juga mengalami kerusakan di setiap sudut ruangan, kemarin.
Aris mengaku telah berusaha untuk melaporkan keresahan warganya atas dampak pembangunan apartemen Gunawangsa Tidar. Sebab, berbagai langkah juga telah dilakukan. Mulai melaporkan secara lisan maupun tertulis hingga kali keduanya.
“Namun, hingga saat ini tidak ada respon sama sekali, baik dari pihak Gunawangsa, kontraktor, maupun Lurah dan Camat,” ujarnya.
Aris pun menduga bahwa kompensasi yang telah digelontorkan pihak Gunawangsa dan kontraktor yang dikerjakan PT Pembangunan Perumahan (PP) ini nyantol di Tim Tujuh. Alhasil, kompensasi tersebut nominalnya juga hampir mencapai Rp 1 miliar.
“Jadi info yang kami dapat kompensasi tersebut masih ada di tangan Tim Tujuh yang seharusnya diberikan kepada warga terdampak,” jelasnya.
Keresahan ini, menurut Aris juga dirasakan oleh RT I, II, III, dan VIII. Namun, warga tersebut masih belum berani melaporkan langsung tanpa menjelaskan alasannya. Dalam hal ini, Ketua RW II Sumardi juga belum menunjukkan sikap membela warganya yang sudah mulai resah.
“Jadi, warga berasumsi Ketua RW ini berpihak pada pengembang tanpa membela warganya. Karena setiap kali pertemuan pun juga belum mendapatkan hasil apapun,” tandasnya.
Keresahan juga dirasakan Nicodumus warga RT VII Asem Bagus. Meski dinding rumahnya mengalami kerusakan, namun pihaknya memperbaiki sendiri lantaran tidak adanya respon dari pengembang dan pemerintah setempat. “Kalau kami menunggu diperbaiki, ya tidak akan selesai. Sedangkan rumah ini juga kami tempati bersama istri dan anak,” keluhnya.
Menurut Nicodumus, pihaknya tidak akan tinggal diam saat tidak adanya kepatutan oleh pihak pengembang maupun pemerintah setempat. Ia bakal memutuskan untuk menggerakkan warga terdampak yang tidak berani melaporkan sebelumnya.
“Kami berharap adanya transparansi Tim Tujuh yang dibentuk Camat dan Lurah yang lama. Namun, meski Camat dan Lurah berganti pun prosedur tersebut tetap digunakan,” pungkasnya.
Nico mengakui meski jarak rumahnya dengan lokasi pengerjaan apartemen Gunawangsa Tidar tidak terlalu jauh, hanya 50 meter, namun kerusakan bakal meluas mengingat bangunan semakin tinggi.
“Apalagi, aktivitas pengerjaan itu 24 jam full tanpa henti. Kami menanyakan yang mengizinkan itu siapa, padahal didalam perjanjian yang tertuang dalam MoU tersebut dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore,” tandasnya. (geh)

Tags: