Pembangunan Kilang Minyak di Tuban Harus Ada MoU Investasi dengan Warga

Agus Maimun.

DPRD Jatim, Bhirawa
Rencana pembangunan kilang minyak di Kabupaten Tuban mendapat tanggapan beragam dari anggota DPRD Jatim. Anggota DPRD Jatim Agus Maimun meminta agar pembangunan kilang minyak di Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban tidak dipaksakan pada 2019 ini. Pasalnya untuk membangun kilang minyak tersebut harus ada roadmap terlebih dahulu dan melakukan MoU investasi dengan masyarakat sekitar kilang minyak.
Alasannya, kata politisi asal F-PAN, masyarakat yang tanahnya hendak dibebaskan untuk mega proyek itu saat ini masih enggan. Bahkan menolak untuk dibebaskan karena lahan tersebut selama ini telah menjadi tulang punggung mata pencaharian keluarga mereka.
“Sebagai putera daerah, kami mengapresiasi masuknya investasi besar di Tuban. Namun kepentingan kemasyarakatan harus tetap diutamakan. Jika tak kunjung diselesaikan kami akan di belakang masyarakat,” tegas Agus Maimun Politisi asal Dapil Tuban – Bojonegoro dikonfirmasi, Rabu (9/1).
Anggota Komisi B DPRD Jatim itu menjelaskan, bahwa masyarakat yang lahannya hendak dibebaskan masih trauma karena proses industrialisasi yang telah berjalan di Tuban selama ini, ternyata kurang berdampak nyata bagi masyarakat sekitar industrialisasi, khususnya pada tingkat kesejahteraannya.
“Investasi asing yang masuk ke Tuban baik berupa pabrik semen, TPPI dan PLTU selama ini kurang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sekitar karena sebagian besar pekerja berasal dari luar daerah bahkan tenaga kerja asing,” ungkap Agus Maimun yang juga Ketua Fraksi PAN Jatim.
Ia juga menyarankan, supaya pembangunan kilang minyak terbesar di Indonesia tidak dipaksakan sebelum ada kontribusi yang berbanding lurus dengan masyarakat sekitar, khususnya para pemilik lahan yang hendak dibebaskan. “Makanya kami mendorong investasi dengan komitmen atau MoU dengan pemerintah sebagai pengawalnya,” ujar Agus Maimun yang juga Ketua Karang Taruna Jatim ini.
Di sisi lain, jika mengacu pada aturan perundang-undangan tentang pembebasan lahan, pemerintah itu hanya punya kewenangan untuk membantu pengadaan lahan industri hulu. Padahal kilang minyak yang akan dibangun itu termasuk industri hilir, sehingga kalau masyarakat menolak pemerintah juga tidak bisa berbuat apa-apa.
Di Jatim juga memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), sehingga pemerintah tak bisa seenaknya memaksa masyarakat untuk melepaskan tanahnya untuk industrialisasi tanpa memikirkan kesejahteraan masyarakat sekitar dalam jangka panjang.
Pertimbangan lainnya, lanjut Agus Maimun, hingga saat ini progres pembebasan lahan dari yang direncanakan seluas lebih kurang 1.000 hektare juga belum jelas. Pasalnya, pemilik lahan masih ingin mempertahankan karena lahan tersebut sangat produktif untuk pertanian sehingga kalau masyarakat langsung dipaksa alih profesi mereka nanti akan makan apa.
“Proyek kilang minyak di Tuban itu menggandeng investor dari luar negeri bernama PT Rosneft sebagai funding. Artinya kalau lahan sudah terbebas dan siap, baru mereka akan mengucurkan dananya sehingga peran pemerintah hanyalah sebagai appraisal,” pungkasnya.
Untuk diketahui kilang minyak Tuban merupakan proyek pembangunan kilang minyak baru dengan kapasitas produksi 300 ribu barel per hari (bph) yang akan dibangun di Tuban. Dalam situs resmi kppip.go.id, disebutkan nilai investasi kilang Tuban mencapai Rp 199,3 triliun. Skema pendanaannya dengan penugasan Pertamina dan Rosneft. Sedangkan penanggungjawab proyek pengolahan minyak tersebut Pertamina. Rencana mulai konstruksi dilakukan pada 2020. Sedangkan rencana mulai operasi diperkirakan pada 2024. [geh]

Tags: