Pembangunan Pelabuhan Paciran Disayangkan, Corporate Good Governance Harus Ditegakkan

Kondisi Pelabuhan Paciran.

Surabaya, Bhirawa
Pembangunan pelabuhan penyeberangan Paciran Lamongan yang ditenderkan senilai Rp 50,1 miliar dinilai tidak transparan dan akuntabel. Selain itu sudah ada pelabuhan di wilayah tersebut dan sudah beroperasi sehingga tidak ada urgensi pembangunan pelabuhan lagi.
Bahkan saat pembahasan anggaran di akhir 2021 lalu, Dinas Perhubungan (Dishub) Jatim pada tahun anggaran 2022 hanya mengajukan rencana pembangunan Pelabuhan perintis di Kepulauan Masalembu Kabupaten Sumenep.
Dosen Sosiologi FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Umar Sholahudin menyayangkan adanya proyek pembangunan pelabuhan penyeberangan Paciran. Apalagi, pihak DPRD Jatim tidak mengetahui proyek dengan anggaran tersebut. “Mustinya masuk dalam pembahasan sejak awal mulai dari KUA-PPAS sampai pembahasan APBD/P,” katanya saat dikonfirmasi, Senin (16/5) kemarin.
Umar juga menyayangkan para pejabat dalam hal ini Dishub Jatim tidak mampu menjelaskan atau tidak ada penjelasan terkait dengan urgensitas pembangunan pelabuhan tersebut. “Setiap anggaran yang memakai uang rakyat/APBD, mustinya harus ada penjelasan yang jelas dan transparan. Dan itu tanggung jawab dan kewajiban pejabat (Dishub Jatim, red). Prinsip Corporate Good Governance harus ditegakkan dalam tata kelola pemerintahan dan pembangunan,” terangnya.
Ia justru menyarankan agar Komisi D DPRD Jatim meminta penjelasan secara detail dan jelas kepada Dishub Jatim terkait dengan proyek ini. “Agar semua bisa clear. Setiap tindakan pemerintahan dan pembangunan harus ada pertanggung jawabannya kepada masyarakat,” imbuhnya.
“Jangan sampai pembangunan apapun termasuk proyek pembangunan pelabuhan Paciran ini untuk memenuhi keinginan elit dan pihak lain, tapi bukan kebutuhan msyarakat,” tambahnya.
Pembangunan apapaun, lanjut Umar, harus berorientasi pada kebutuhan dan kemanfaatan masyarakat. “Buka keinginan (bisnis) segelintir orang. Kasus sebelumnya yang berujung pada KPPU harusnya dijadikan pelajaran agar tata kelola proyek pembangunan di Jatim bisa lebih baik,” pungkas Umar.
Diberitakan sebelumnya, di tahun sebelumnya mega proyek ini sempat berhenti. Belum lagi sejumlah masalah yang muncul terkait dugaan persekongkolan tender pelabuhan ini di tahun 2018 senilai Rp 43.544.649.000.
Dimana melalui sidang Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berhasil memutuskan adanya persekongkolan yang melibatkan seluruh konsorsium perusahaan pemenang tender dengan Dinas Perhubungan Jatim pada Agustus 2021 kemarin.
Majelis Komisi KPPU menilai berbagai alat bukti yang disampaikan Investigator Penuntutan telah memenuhi adanya unsur bersekongkol oleh para Terlapor. Sehingga memperhatikan berbagai fakta-fakta, penilaian, analisis, dan kesimpulan yang ada, Majelis Komisi akhirnya memutuskan bahwa para Terlapor terbukti melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan menjatuhkan sanksi denda bervariasi kepada para Terlapor. PT Kurniadjaja Wirabhakti sekaligus pemenang tender, dikenakan Rp1.470.000.000, PT Dian Sentosa dikenakan Rp200.000.000 dan PT Mahakarya Tunggal Abadi dikenakan Rp150.000.000. Lebih lanjut, KPPU akan memberikan saran dan pertimbangan salah satunya kepada Gubernur Jatim selaku Pejabat Pembina Kepegawaian Pemprov Jatim untuk memberikan sanksi disiplin kepada Panitia tender Dinas Perhubungan Jatim.
Data lain menyebutkan Pelabuhan Paciran dibangun sejak tahun 2005 s/d 2013 dengan anggaran APBN (Ditjen Perhubungan Darat) dan APBD (Pemprop Jatim) dengan total 298,4 miliar (192,5 M dari APBN, 105,9 M dari APBD). Sementara untuk lahan merupakan hibah dari Pemkab Lamongan. [geh.wwn]

Tags: