Pemberi dan Penerima Suap Pilkada Kota Mojokerto Bisa Dipidanakan

Elsa Fifajanti (kanan) ketua Panwaslu Kota Mojokerto bersama anggota menggelar sosialisasi pengawasan partisipatif. [kariyadi/bhirawa].

Kota Mojokerto, Bhirawa
Kewenangan Panwaslu dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)  mengalami perubahan signifikan seiring dengan lahirnya UU No 10/2016. Jiia regulasi sebelumnya,  Panwaslu hanya bekerja secara pasif,  dalam regulasi baru ini memberikan kewenangan lebih luas.  Diantaranya jika ada masyarakat yang terbukti melakukan praktek money politik,  baik pemberi maupun penerima bisa dipidanakan.
“Dan jika terbukti juga bahwa praktek money politik itu atas perintah salah satu kontestan Pilkada,  maka pencalonannya bisa dianulir, ” kata Elsa Fifajanti,  Ketua Panwaslu Kota Mojokerto dalam sosialisasi pengawasan partisipatif dihadapan sejumlah media,  Rabu (26/12) malam.
Agar pemgawasan lebih luas dan efektif,  kata Elsa,  Panwaslu Kota Mojokerto melibatkan masyarakat secara langsung. Selain itu,  dalam penindakan kecurangan dalam pemilu baik pilwali, pilgub dan pileg, Panwalu Kota Mojokerto juga menggandeng unsur kepolisian dan kejaksaan yang tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu). eg
“Dalam pilwali, pilgub dan pileg  bagi-bagi uang kepada pemilih menjelang pencoblosan memang sangat rawan.  Sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada secara tegas mengatur sanksi untuk pemberi dan penerima politik uang dan itu masuk kategori pelanggaran Pidana, ” ujar perempuan dengan latar belakang jurnalis ini.
Elsa membeberkan,  sesuai ketentuan sanksi politik uang dalam UU Pilkada tercantum dalam Pasal 187 poin A hingga D. Dalam pasal itu disebut bahwa orang yang terlibat politik uang sebagai pemberi bisa dipenjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan. Selain hukuman badan, pelaku juga dikenakan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Ditambahkan Elsa,  stiap laporan dugaan kecurangan dalam bentuk politik uang yang masuk, akan ditindaklanjuti oleh Panwaslu dengan batas waktu 5 hari untuk mengumpulkan alat bukti.
“Selanjutnya laporan itu kita  plenokan untuk menentukan jenis pelanggaran. Kalau memenuhi unsur pidana, kita bawa ke Sentra Gakkumdu hingga akhirnya masuk ke persidangan, ” urai Elsa.
Ulil Absor Komisioner Divisi Pengawasan dan Pencegahan Panwaslu Kota menambahkan, bajwa model pengawasan partisipatif dipilih juga akibat semakin banyaknya bentuk-bentuk kecurangan. Hal ini seiring kemajuan teknologi informasi.
“Di semua tahapan Pilwali Mojokerto dan Pilgub Jatim 2018 nanti, rawan diwarnai kecurangan. Salah satunya yang diprediksi bakal marak terjadi adalah permainan politik uang. Hukuman untuk kecurangan ini pun diperberat. Bahkan sanksi pidana menyentuh tiga elemen, yakni pemberi uang, penerima uang dan pasangan calon yang berkepentingan,” timpal Ulil. [kar]

Tags: