Pembubaran KPP oleh Komisi A Dianggap Salahi Perda

Ombudsman Republik Indonesia (ORI).

Ombudsman Republik Indonesia (ORI).

DPRD Jatim, Bhirawa
Keputusan pembubaran Komisi Pelayanan Publik (KPP) oleh Komisi A DPRD Jatim dianggap menyalahi Perda dan tidak populis. Pasalnya, revisi Perda Pelayanan Publik No 8 Tahun 2011 tidak masuk dalam Prolegda 2016. Yang lebih mengenaskan akibat keputusan sepihak tersebut delapan karyawan KPP dan anggota komisioner tidak menerima gaji selama tiga bulan.
Anggota KPP Jatim Nuning Rodiyah mengaku secara etika seharusnya sebelum dilakukan pembubaran ada sosialisasi ke masyarakat terlebih dahulu, paling tidak satu tahun sebelum dilakukan perubahan Perda. Dengan begitu masyarakat tidak mengalami kesulitan saat melapor terkait kinerja pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada publik. Sedang kinerja Ombudsman sendiri yang ada di daerah hanya sebatas menerima pengaduan, selanjutnya keputusan ada di ORI (Ombudsman Republik Indonesia) di pusat.
“Saya memang sangat prihatin jika pembubaran KPP Jatim murni politis, bukan lagi mengedepankan kepentingan masyarakat. Buktinya pembubaran KPP dilakukan secara mendadak, tanpa didasari adanya uji publik. Selain itu belum ada sosialisasi kemana masyarakat akan mengadu terkait pelayanan publik jika KPP ditiadakan. Selain itu soal revisi Perda KPP ternyata tidak masuk Prolegda 2016. Dengan begitu selain masyarakat yang dirugikan, karyawan KPP Jatim dan komisioner juga dirugikan karena mereka selama tiga bulan tidak menerima gaji,”lanjut Nuning kepada wartawan, Rabu (9/3).
Apalagi, tambah Nuning selama Januari hingga awal Maret 2016 ini ada sekitar 50 pengaduan masyarakat yang masuk ke KPP Jatim. Karena itu ketika ada pembubaran KPP tanpa ada waktu jeda memberikan sosialisasi ke masyarakat, mau dikemanakan laporan masyarakat ini. Mengingat awal  berdirinya KPP, dikarenakan banyaknya kritikan dari masyarakat terkait kinerja eksekutif maupun kegislatif yang mengalami penurunan di mata masyarakat.
Hal senada juga diungkapkan anggota KPP Jatim Harley Stefano. Harley menuding Komisi A DPRD Jatim arogan karena mengeluarkan rekomendasi pembubaran KPP Jatim. Menurut mantan aktivis GMNI ini, rekomendasi itu tak berdasar hukum yang jelas. ” Perda No 8 Tahun 2011 tentang Pelayanan Publik masih berlaku dan tidak ada pencabutan. Namun faktanya tiba-tiba komisi yang membidangi pemerintahan tersebut justru mengeluarkan rekomendasi pembubaran. Perda itu adalah produk hukum yang tinggi, tapi dilawan oleh rekomendasi komisi di DPRD Jatim,”jelasnya.
Harley mengatakan ironisnya jika perda tersebut dicabut atau diubah, ternyata pencabutannya tak ditetapkan dalam Prolegda (Program Legislasi Daerah).”Tak masuk daftar Prolegda yang akan dicabut atau direvisi. Jelas sekali ini arogan,”katanya.
Harley menjelaskan jika dasar dari Komisi A DPRD Jatim membubarkan KPP Jatim karena instansi ini tak bekerja maksimal dan tumpang tindih tugasnya dengan ORI,  alasan tersebut tak masuk akal.  Di ORI tak pernah ada yang mengadu ke sana. Mereka adalah lembaga perwakilan saja di Jatim, sedangkan banyak pengaduannya terpusat di Jakarta. “ORI perwakilan tak pernah keluarkan rekomendasi untuk pengaduan, beda dengan KPP Jatim yang mengeluarkan rekomendasi,”lanjutnya. [cty]

Tags: