Pemerintah Didesak Tuntaskan Ganti Rugi Luapan Lumpur Lapindo

Anggota Komisi V DPR RI saat melihat kondisi gorong-gorong di titik 25 Lumpur Lapindo, kemarin. [achmad suprayogi/bhrawa]

Sidoarjo, Bhirawa
Anggota Komisi V DPR RI mendesak pemerintah segera menuntaskan kasus ganti rugi korban Lumpur Lapindo, yang hingga kini belum terselesaikan dengan baik. Sudah 12 tahun kejadian luapan Lumpur Lapindo, namun hingga kini masih ada korban yang belum mendapatkan ganti rugi yang layak.
Desakan ini ditegaskan anggota Komisi V DPR RI, Ir Bambang Haryo S saat meninjau kondisi luapan Lumpur Lapindo Sidoarjo, pada Selasa (8/5) pada titik 25 yang hingga kini masih menyemburkan lumpur panas sekitar 80 ribu meter kubik per hari.
Jadi, menurut Bambang, ganti rugi yang dialami sebagian warga atau yang belum tuntas ada sekitar Rp54 miliar, pemerintah sudah menyiapkan melalui anggaran APBN, namun pihak Lapindo tak menyetujui. ”Makanya saya beharap langsung diambil alih oleh pemeritah, tidak perlu lagi minta persetujuan Lapindo,” harap Bambang.
Disamping itu masih ada lagi ganti rugi yang belum terselesaikan adalah dari korban Lumpur Lapindo, yakni para pengusaha yang perusahaan-persahaannya juga ikut terendam lumpur. Untuk perusahaan ini, kerugian seluruhnya ada sekitar Rp1 triliun, yang hingga hari ini juga belum ada kejelasan dari pemerintah.
Janji Pemerintahan Jokowi saat mengunjungi korban Lumpur Lapindo ini ingin segera menyelesaikan semuanya. Padahal masa jabatannya tinggal 1,5 tahun lagi, seharusnya janji-janji itu bisa segera dilaksanakan dengan baik. ”Makanya kita yang ada di DPR RI mendorong pemerintah agar segera menyelesaikan ganti rugi warga yang mencapai sekitar Rp54 miliar itu, dan ganti rugi pengusaha yang sekitar Rp1 triliun,” tegasnya.
Selain itu, kondisi semburan yang hingga kini juga belum tuntas, masih sekitar 80 ribu meter kubik per hari. Pihak PPLS (Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo) ingin adanya saluran buangan khusus kearah Kali Porong. Nantinya diharapkan ada saluran pembuangan itu berbentuk sungai kecil atau kanal, secara otomatis lumpurnya mengalir sendiri. ”Jadi tidak seperti sekarang ini yang masih menggunakan mesin, tentu saja membutuhkan biaya operasional secara rutin,” katanya.
Kepala TU PPLS, Dery Setiawan yang mendampingi kunjuntan Komisi V DPR RI menambahkan kalau yang sekarang ini mengalirkan menggunakan kapal keruk, bertumpu kepada mesin yang mempunyai batas waktu usia. ”Harapan kami kedepan tidak tertumpu pada mesin, tetapi ada pola jalur kusus, mirip sungai yang berfungsi mengalirkan lumpur terus menerus. Turun secara gravitasi mengarah ke bawah, yakni menuju Sungai Porong,” jelas Dery Setiawan. [ach]

Tags: