Pemerintah Diminta Masukkan Garam ke Daftar Kebutuhan Pokok

Petani garam di Madura.

DPRD Jatim, Bhirawa
DPRD Jatim berharap garam dapat masuk dalam salah satu daftar kebutuhan pokok. Hal ini diharapkan dapat menjadi solusi konkret dari pemerintah untuk menjaga harga garam yang kini anjlok.
“Soal kerancuan regulasi, sudah sebaiknya garam dikembalikan sebagai bahan pokok,” kata Ketua Komisi B DPRD Jatim, Ahmad Firdaus Febrianto, Selasa (23/7).
Mengacu Peraturan Presiden (Perpres) 71 tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, garam memang tidak termasuk bahan pokok. Alasannya, konsumsi garam hanya mencapai sekitar 3,5 kg per orang tiap tahun. Sebab, garam tidak menimbulkan inflasi.
Menurut Firdaus, kategorisasi syarat bahan makanan ke dalam kebutuhan pokok tidak bisa hanya didasarkan pada jumlah konsumsi saja. Lebih dari itu, pemerintah selaiknya juga memperhatikan aspek pertimbangan lain, mulai hirarki perundangan yang dimaksud hingga jumlah produksi bahan tersebut.
“Regulasi ini juga bertentangan dengan hirarki perundangan yang ada di atasnya. Sebab, di Undang-Undang pangan nomor 7 tahun 2014 pada pasal 25 tercantum bahwa kebutuhan pokok seharusnya mengandung garam yodium atau garam konsumsi. Ironisnya, garam justru dihapuskan dari daftar kebutuhan pokok itu sendiri,” katanya.
Selain karena hierarki perundangan, garam dapat dimasukkan sebagai bahan kebutuhan pokok, dengan mempertimbangkan kategori bahan pertanian. “Sekalipun garam bisa dikategorikan bahan pertanian, bahan perikanan, atau peternakan, ternyata garam dikeluarkan,” jelasnya.
Dengan memasukkan garam ke dalam daftar kebutuhan pokok, Firdaus yang juga politisi Gerindra ini menilai bukan hanya meningkatkan kualitas hidup konsumen namun juga sekaligus menjaga asa para produsen garam lokal. “Regulasi ini efeknya luas. Kebutuhan garam jangan dilihat dari jumlah konsumsi, namun juga jumlah produsen,” katanya.
Jatim sebagai salah satu daerah penopang produsen garam memiliki ribuan petani garam yang tersebar di seluruh wilayah. Dengan masuk di dalam daftar kebutuhan pokok, pemerintah juga dapat menetapkan Harga Pokok Pembelian (HPP) garam.
Sebab, tanpa adanya intervensi pemerintah di dalam penentuan harga, garam kini anjlok dari sebelumnya Rp700-1000 menjadi kisaran Rp300 perkilonya. “Ini yang harus dipikirkan. Garam harus kembali masuk sebagai bahan pokok sehingga bisa diatur HPP-nya sehingga tak anjlok seperti sekarang,” katanya.
Solusi ini menjadi salah satu jalan keluar yang bisa dilakukan pemerintah. “Kalau nggak ada HPP bisa tambah kacau. PT garam yang bisa menyerap garam lokal hanya bisa menyerap sekitar 30 ribu ton untuk tahun ini. Ini jauh dari petani tambak sekarang yang bisa memproduksi garam mencapai ratusan ribu ton pertahun,” ujarnya.
Berdasarkan pada Peraturan Presiden (Perpres) 71 tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, barang Kebutuhan Pokok dan/atau Barang Penting terdiri dari beberapa hal.
Pertama, hasil pertanian berupa beras, kedelai bahan baku tahu dan tempe, cabe, dan bawang merah. Kemudian, hasil industri berupa gula, minyak goreng, dan tepung terigu.
Berikutnya, hasil peternakan dan perikanan terdiri dari daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, dan ikan segar (bandeng, kembung, dan tongkol/tuna/cakalang). Serta barang penting, yakni Benih (padi, jagung, dan kedelai), pupuk; gas Elpiji tiga kilogram; triplek; semen; besi baja konstruksi; dan baja ringan. [geh]

Tags: