Pemerintah Diminta Proaktif Tangani Pasien Sakit Jiwa

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

DPRD Jatim, Bhirawa
Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Jatim mendesak kepada Pemprov Jatim dan Pemkab/Pemkot di Jatim supaya lebih proaktif dalam penanganan pasien sakit jiwa, khususnya  yang sedang dipasung. Mengingat, Jatim telah mencanangkan bebas pasung 2015, namun faktanya masih banyak dijumpai korban pasung di berbagai daerah di Jatim.
Ketua DKR Jatim, Arif Witanto mengaku program Jatim bebas pasung tahun 2015 memerlukan peran serta aktif dari seluruh lapisan masyarakat. “Walaupun pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jatim sudah mengalokasikan anggaran melalui Jamkesda,tapi kalau masyarakat tak proaktif, rasanya sulit program tersebut terealisasi,” ujar Arif saat dikonfirmasi Minggu (12/4).
Di contohkan Arif, Suyanto (37 th) warga Dusun Pucunganyar Rt 035, Rw 009 Desa Bedali Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri, anak pertama dari 7 bersaudara terpaksa di rantai diikatkan sebuah pohon  karena pasung yang sudah dikenakan sejak 3 bulan lalu lepas akibat kayunya lapuk. “Suyanto kumat setelah kembali  bekerja ke Riau,” terangnya.
Padahal sebelumnya Suyanto sudah sembuh dari ganguan jiwa yang ia derita selama hampir 3 tahun,  setelah mendapat perawatan intensif dari RSJ Lawang Malang. “Setelah sembuh Suyanto ikut temannya bekerja di Riau, tapi belum sebulan penyakitnya kumat sehingga dibawa pulang ke Kediri, dan dipasung kemudian diganti rantai sejak sebulan lalu, (erpaksa, ketika kami hendak membawa Suyanto ke RSJ Lawing rantainya harus digergaji karena sulit dibuka menggunakan kunci,” tambah pria berpenampilan kalem ini.
Wiji Sapora (70th) ibu kandung Suyanto mengaku sudah sempat melarang anaknya ketika hendak bekerja lagi di Riau karena dinilai belum pulih total. Tapi karena dia ngotot mau bekerja dan temannya mau mengajak sehingga Suyanto pergi ke Riau.
” Akhirnya Suyanto kambuh lagi dan dibawa pulang ke Ngancar,” ujar Arif menirukan Sapora.
Terpisah, ketua Komisi E DPRD Jatim, dr Agung Mulyono mengaku siap mengawal program Jatim bebas pasung tahun 2015. Bahkan beberapa hari lalu pihaknya juga mengundang DKR Jatim untuk memberi masukan terkait pelaksanaan BPJS di Jatim.
“Ini adalah program pemerintah, jadi sudah seharusnya Dewan Jatim  juga ikut mengawal,” beber politisi asal Partai Demokrat.
Sementara itu, Dirut Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur Surabaya, dr Adi Wirachjanto menyatakan bahwa penyakit gangguan kejiwaan (gila) itu bisa diobati. Hanya saja bagi pasien penyakit gangguan kejiwaan akut yang cenderung bersifat destruktif perlu penanganan khusus. “Yang dimaksud sifat destruktif itu adalah bisa membahayakan dirinya sendiri (bunuh diri), melukai orang lain dan merusak lingkungan,” ungkapnya
Langkah awal dari program ‘Jatim Bebas Pasung’, lanjut Adi Wirachjanto yakni dengan melakukan upaya pra pelepasan pasung yang akan ditangani oleh petugas khusus di masing-masing daerah. Selanjutnya, barulah para pasien gangguan kejiwaan akut itu dirujuk ke RSJ Menur untuk dilakukan penyembuhan. “Tahap penyembuhan pasien pasung itu meliputi tiga tahap, yakni penenangan, stabilisasi dan rehabilitasi,” tuturnya.
Setelah pasien pasung memasuki tahap rehabilitasi, mereka bisa dikembalikan ke daerah asal masing-masing karena pengobatannya bisa rawat jalan di puskesmas atau RSUD setempat. “Namun jika dianggap masih mengkhawatirkan, mereka bisa ditaruh di Liponsos atau Pondok yang khusus menangani pasien gila,” beber Adi.
Berdasarkan data, daerah di Jatim yang banyak terdapat kasus pemasungan diantaranya, Ponorogo, Trenggalek, Magetan, Pacitan, Nganjuk, Bojonegoro dan lain-lain. “Kasus pemansungan itu banyak dipengaruhi oleh budaya warga setempat, malu (aib) dan beban keluarga terlalu berat sehingga tak mampu mengobatkan,” tegasnya.
Sementara penyebab orang terjangkit penyakit kejiwaan, lanjut Adi, faktornya sangat banyak. Seperti, ekonomi, rumah tangga dan penanganan yang terlambat sehingga menjadi akut. “Tidak semua orang gila itu miskin. Sebab ada juga orang yang ekonomi keluarganya cukup mapan tapi gila,” pungkasnya. [Cty]

Tags: