Pemerintah Harus Cepat Tutup Defisit BPJS Kesehatan

Foto Ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Terjadinya defisit yang dialami Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan telah diprediksi Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) bakal terjadi. Di samping itu, lambannya pemerintah memberikan pertolongan lantaran belum adanya keterbukaan untuk membeberkan defisit.
Hal ini ditegaskan Ketua Komisi Pengawasan dan Monev DJSN Zaenal Abidin di sela acara Media Workshop dan Malam Anugerah Lomba Jurnalistik BPJS Kesehatan Tahun 2018 di Lava View Lodge Probolinggo, Kamis (22/11).
Menurut Zaenal, DJSN sejak awal sudah menyampaikan bahwasanya yang harus dilakukan adalah menutup defisit. “Itu menjadi kewajiban pemerintah karena ada pasal undang-undang, di mana pemerintah menyehatkan keuangan BPJS. Tidak mungkin kan BPJS menutup itu,” katanya.
Setelah defisit ditutup, kata Zaenal, bukan berarti tidak terjadi lagi. Bahkan kemungkinan besar akan selalu terjadi defisit tersebut. “Defisit akan selalu terjadi. Oleh sebab itu, DJSN mengatakan buat program jangka menengah, paling tidak 2 sampai 3 tahun. Nah, pada saat jangka menengah itu, BPJS harus punya dana cadangan,” terangnya.
Dengan begitu, kata Zaenal, berbagai pelayanan bisa diperbaiki, tarif diperbaiki dan bahkan iuran juga bisa diperbaiki. “Jadi, mutunya seperti apa itu kita tentukan tarifnya. Kemudian tentukan besaran iurannya yang akan menjadi pendapatan BPJS untuk membayar. Setelah itu kalau sudah normal, pasti terjadi keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran,” imbuhnya.
Ke depan, pihaknya juga mengimbau kepada seluruh peserta JKN-KIS tidak perlu khawatir kalau iuran bertambah. “Karena semua sudah baik, normal dan terkendali. Iuran yang masuk juga menjadi saldo dari BPJS,” tambahnya.
Zaenal berpendapat solusi termudah untuk mengatasi persoalan itu ialah dengan pemerintah menanggung seluruh kebutuhan dana BPJS Kesehatan. Jika tidak, dia mendorong agar Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dievaluasi.
Saat ini, peserta BPJS Kesehatan dibagi dalam 3 kelas, kelas I-II-III. Dia berpendapat, sebaiknya BPJS Kesehatan hanya melindungi habis-habisan peserta kelas III yang terbukti warga kurang mampu, sedang kelas I dan II diberlakukan pembayaran layaknya asuransi komersial.
“Kalau orang kaya mau bayar kelas III nggak apa-apa. Harusnya yang kaya itu di kelas I dan II berlaku asuransi komersial, kamu bayar sesuai klaim benefit,” ucapnya. [geh]

Tags: