Pemerintah Harus Tentukan HET dan Standardisasi Kualitas Garam

DPRD Jatim, Bhirawa
Pemprov Jatim adalah daerah penghasil garam untuk skala nasional. Namun sayangnya, belum ada regulasi yang berpihak kepada para petambak garam sehingga kondisi mereka masih jauh dari sejahtera.  Kondisi tersebut mendapat perhatian dari Anggota Komisi B DPRD Jatim  Aida Fitriati.
Menurut politisi perempuan PKB yang akrab disapa Neng Fitri ini, harus ada keberpihakan dari pemerintah dari sisi regulasi untuk melindungi kepentingan para petambak garam. Dengan begitu, produktivitas dan kuantitas garam bisa ditingkatkan sehingga tak perlu lagi ada impor garam. Ia mencontohkan, harus ada regulasi tentang Harga Eceran Terendah (HET) garam yang diatur dalam menteri.
“Saya berharap ada HET untuk garam yang kisarannya antara Rp 1.000 sampai Rp 1.500 per kg. Dengan demikian, para petani bisa semakin produktif dan sejahtera,” ujar cucu pendiri NU KH Wahab Chasbulloh, Senin (11/9).
Ketua Pimpinan Cabang Muslimat NU Kabupaten Pasuruan itu juga mengusulkan agar adanya regulasi tentang standardisasi kualitas garam. Hal itu penting agar ada kepastian harga bagi para petambak saat menjual garam di masa panen. Sebab, selama ini petambak garam hanya bisa pasrah saat kualitas garam yang mereka hasilkan divonis berkualitas rendah oleh PT Garam atau koperasi.
Walhasil garam yang dibeli oleh PT Garam cenderung murah dan merugikan petani. Bahkan seringkali, harga beli itu tak sesuai dengan biaya produksi yang ditanggung para petambak garam hingga mereka merugi. Padahal banyak juga garam hasil produksi tambak yang berkualitas baik dan layak dikonsumsi.
Dia juga mengungkapkan, Kabupaten Pasuruan punya potensi besar sebagai pemasok garam nasional. Saat ini tercatat setidaknya ada 245 hektare tambak garam yang ada di Kabupaten Pasuruan.
Terpisah Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim Anik Maslacha menegaskan lahan tambak garam itu tersebar di sejumlah wilayah Kabupaten Pasuruan, di antaranya  di Kecamatan Bangil, Kraton dan Lekok. Secara umum, para petambak ini masih mengelola garamnya secara tradisional dengan mengandalkan panas matahari. Namun, di beberapa tempat sudah ada petambak modern yang menggunakan metode ge-isolator yang menghasilkan garam kualitas pertama. Untuk rumah prisma sudah ada di Bangil dan Kraton.
“Di luar Madura, ada sejumlah wilayah yang potensial sebagai pemasok garam nasional. Di antaranya Kabupaten Pasuruan. Kota Pasuruan dan Kabupaten Probolinggo juga punya potensi garam yang tinggi. Kalau ini dimaksimalkan, saya kira tak perlu lagi ada impor garam,” pungkas anggota Fraksi PKB tersebut. [cty]

Tags: