Pemerintah Kabupaten Malang Cegah Hipotiroid pada Bayi Baru Lahir

Bupati Malang HM Sanusi

Kab Malang, Bhirawa
Bayi baru lahir di Kabupaten Malang berpotensi terkena hipotiroid atau keadaan menurun atau tidak berfungsinya kelenjar tiroid. Hal itu disebabkan kekurangan hormon tiroid pada bayi dan masa awal kehidupan, dan bisa mengakibatkan hambatan tumbuh kembang anak yang akan terus berlanjut jika tidak ada penanganan secara serius. Seperti akan mengakibatkan anak bertubuh pendek atau cebol, muka hipotiroid yang khas atau muka sembab, bibir tebal, hidung pesek, mental terbelakang, bodoh atau IQ dan EQ rendah yang biasa disebut idiot, serta kesulitan bicara dan tidak bisa diajar bicara.
Sehingga dengan berpotensinya bayi terkena hipotiroid, maka Bupati Malang HM Sanusi meminta kepada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang untuk segera melakukan screening hipotiroid kepada bayi baru lahir di Kabupaten Malang. Karena sebelumnya, di kabupaten setempat jumlah stunting anak cukup tinggi. Stunting itu adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama. Sehingga Bupati Malang juga meminta Dinkes Kabupaten Malang untuk segera menurunkan angka stunting.
“Kami telah meminta Dinkes Kabupaten Malang segera melakukan screening hipotiroid kepada bayi baru lahir yang ada di Kabupaten Malang ini.Sehingga seluruh kegiatan penurunan angka, baik itu hipotiroid maupun stunting dilakukan pencegahan secara komprehensif,” tegas Bupati Malang HM Sanusi, Minggu, (22/12), kepada Bhirawa.
Sedangkan, kata dia, screening hipotiroid terhadap bayi baru lahir, akan bisa terdeteksi secara dini dengan melihat pertumbuhan anak sekaligus mampu melakukan intervensi bila terdapat ciri-ciri kelainan itu. Sehingga bisa memutus rantai secara cepat. Dan biasanya pada Minggu pertama setelah lahir, bayi tampak normal dan tak ada kelainan hormon tiroid. Hal ini yang sering luput dari pengamatan dan itu dianggap bayi tanpa kelainan.
Sedangkan, lanjut Sanusi, dari berbagai data yang ada, sebagian besar, lebih dari 95 persen, pada Minggu-Minggu pertama setelah lahir bayi tampak normal. Hal ini karena selama dalam kandungan mendapatkan hormon tiroid dari ibunya melalui plasenta, sehingga bayi tak memperlihatkan gejala kelainan hormon tiroid. Dan  
baru terlihat jelas gejalanya setelah beberapa bulan kemudian. “Inilah yang membuat intervensi atau pengobatan jadi terlambat,” paparnya.
Sanusi menjelaskan, dari data Indonesian Pedritiac Society atau Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), telah tercatat bahwa screening hipotiroid merupakan prosedur rutin di negara maju sejak tahun 1970. Namun, di Indonesia baru dilaksanakan sejak tahun 2000 dan sampai 2014, yang baru di screening kurang dari 1 persen dari jumlah seluruh bayi baru lahir. Sementara, di Kabupaten Malang sendiri belum ada data pastinya, dan bukan berarti kelainan tiroid pada bayi baru lahir nol. Untuk itu, dirinya menginstruksikan kepada Dinkes, jika ada bayi baru lahir yang terkena hipotiroid  untuk melakukan screening hipotiroid ke Dinkes Kabupaten Malang. 
“Pemkab Malang tak hanya fokus pada hipotiroid pada bayi baru lahir atau penyakit lainnya, tapi juga terkait penurunan angka stunting. Karena hal ini sangat penting sekali untuk mencetak generasi sehat dan cerdas di masa mendatang,” tandasnya. [cyn]

Tags: