Pemerintah Kenalkan Batikmark Indonesia Kepada Pegiat Batik

Ika Rachmyta dari UPT Pengembangan Mutu Produk Industri dan Teknologi Kreatif pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov. Jatim saat memberikan paparan kepada pegiat batik se Bakorwil V Jember dalam Rapat singkronisasi dan fasilitasi daya saing IMKM, di Bakorwil V Jember, Kamis (12/8).

Jember, Bhirawa
Pemerintah memperkenalkan program “Batikmark Indonesia” kepada para pegiat batik. Ini untuk merangsang agar para pegiat batik mau menstandarkan produknya agar bisa bersaing dipasar internasional.
Batikmark Indonesia adalah tanda yang menunjukkan identitas dan ciri batik buatan Indonesia yang terdiri dari 3 Jenis, yakni batik tulis, batik cap dan batik kombinasi (tulis dan cap) dengan hak cipta 0341000.
Hal ini diungkapkan oleh Ika Rachmyta dari UPT Pengembangan Mutu Produk Industri dan Teknologi Kreatif pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov. Jatim kepada pegiat batik se Bakorwil V Jember dalam Rapat singkronisasi dan fasilitasi daya saing IMKM, di Bakorwil V Jember, Kamis (12/8).
Menurut Ika, manfaat Batikmark Indonesia memberikan kepastian hukum bagi produsen dan konsumen produk batik Indonesia terhadap keaslian dan mutu produk yang diperdagangan.
Sebagai pembeda antara batik buatan Indonesia dengan batik produk negara lain. Memudahkan konsumen mancanegara mengenal batik Indonesia serta mendukung promosi batik Indonesia ke pasar internasional.
“Tujuannya memberikan jaminan mutu batik Indonesia. Melestarikan dan melindungi produk batik Indonesia secara hukum dari berbagai ancaman dibidang HKI maupun perdagangan didalam negeri maupun internasional.
Menciptakan identitas batik Indonesia agar masyarakat dalam dan luar negeri dapat dengan mudah mengenali produk batik Indonesia. Mendorong peningkatan kepercayaan konsumen terhadap mutu batik Indonesia, serta meningkatkan apresiasi dan citra batik Indonesia dimata internasional,” katanya.
Ika mengaku, rendahnya IKM batik untuk melegalkan produknya disebabkan karena ketidak tahuan mereka (pembatik). “Pemerintah memberikan fasilitas seluas-luasnya, tapi kemauan dari pembatik sangat rendah. Dari 817 ribu pelaku usaha termasuk IKM batik baru berapa persennya yang sudah ber SNI,” ungkapnya pula.
Hal senada juga disampaikan oleh Luh Putu Suciati dari Universitas Jember yang hadir dalam acara tersebut. Munurut Luh Putu, Batikmark Indonesia ini merupakan salahsatu cara mudah dalam melegalikan produknya kepada masyarakat luas.
“Dengan biaya terjangkau dan mudah, produk mereka terjamin keasliannya. Jika dalam pengurusan SNI dianggap ribet, Batikmark Indonesia solusinya, tandas Luh Putu Suciati kemarin.
Sementara, Kepala Bakorwil V Jember R. Tjahjo Widodo mengatakan batik kerajinan yang memiliki nilai tinggi dan memiliki nilai budaya. Hampir setiap daerah memiliki industri batik dengan motif, corak dan karakter yang berbeda-beda sebagai simbul eksistensi budaya dan potensi daerahnya.
“Meski berskala kecil, batik yang diproduksi memiliki ciri masing-masing daerah. Masing-masing daerah memiliki keunikan motif yang berbeda dan setiap motif memiliki filosofi yang mencerminkan karakter budaya masyarakat di daerah,” ulas Tjahjo kemarin.
Peran pemerintah daerah sangat penting dalam mendukung kemajuan industri kerajin batik diwilayahnya. Memberikan pembinaan, pelatihan, permodalan dan pemasaran sangat membantu para pengrajin batin bersaing menghadapi pasar bebas.
“Pengakuan Unesco terhadap batik Indonesia sebagai warisan dunia harus dipertahankan. Sehingga eksistensi tidak hilang ditelan zaman. Salah satu upaya melestarikan batik, dengan memasukkan pelajaran batik ke pelajaran formal disekolah. Sehingga sekolah memiliki peran penting sebagai agen pelestari,” harapnya pula.
Menanggapi hal itu, Luh Putu Suciati merespon positif harapan tersebut. Menurutnya, pihak akademisi sudah mulai dengan mempersiapkan beberapa mata kuliah terkait kearifan lokal. Di MIPA misalnya, Universitas Jember ada mata kuliah etno botani.” Dalam etno botani, kami ajarkan bagaimana mengenal tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Salah satunya bahan tanaman untuk bahan baku batik. Sehingga dapat membantu pembatik untuk membuat produk yang ramah lingkungan,” katanya.
Di Fakultas Ilmu Budaya, pembatik bisa belajar tentang budaya masyarakat yang bisa dikreasikan dalan karya seni. Fakultas Ekonomi Bisnis dibidang pemasarannya.
“Kami sangat mendukung batik ini dari hulu ke hilir. Dan ide agar pelajaran tentang batik masuk dalam pelajaran formal sekolah jadi gayung bersambut,” pungkas Luh Putu Suciati kemarin. [efi]

Tags: