Pemerintah Siapkan Strategi Antisipasi Lonjakan Harga

Pemerintah  memastikan kenaikan BBM bersubsidi sebelum 1 Januri 2015. Saat ini pemerintah menyiapkan strategi untuk mengantisipasi lonjakan harga sebelum kenaikan BBM terjadi.

Pemerintah memastikan kenaikan BBM bersubsidi sebelum 1 Januri 2015. Saat ini pemerintah menyiapkan strategi untuk mengantisipasi lonjakan harga sebelum kenaikan BBM terjadi.

Jakarta, Bhirawa
Pemerintah memastikan akan segera menaikkan harga BBM bersubsidi sebelum 1 Januari 2015. Menko Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, pemerintah sedang menyiapkan strategi untuk mengantisipasi lonjakan harga sebelum kenaikan BBM terjadi.
“Kementerian Perdagangan akan melakukan semua policy untuk mencegah kenaikan harga yang berlebihan,” ujarnya usai rapat terbatas di Kantor Kepresidenan, Kamis (30/10).
Sebab, kata dia, fenomena yang biasa terjadi jelang kenaikan BBM adalah banyak oknum yang menimbun BBM. Hal ini kemudian memicu lonjakan harga.  Kemudian, setelah harga BBM resmi naik, barang-barang kebutuhan pokok juga akan mengalami kenaikan. Dengan demikian, ada dua kali kenaikan harga yang ditanggung masyarakat.
Karenannya, Sofyan melanjutkan, selain mengantisipasi lonjakan harga jelang kenaikan BBM, pemerintah juga telah menyiapkan dana kompensasi bagi masyarakat miskin yang akan terkena dampak dari kebijakan tersebut. Dana kompensasi akan disebarkan dalam bentuk Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Kartu Keluarga Sejahtera). “Sistemnya sudah ada, dalam bentuk e-money. Kemarin sudah diuji coba saat kunjungan presiden ke Sinabung,” ucap Sofyan.
Meski demikian, Sofyan mengatakan, pemerintah masih mengkaji kapan waktu yang tepat untuk mendistribusikan dana kompensasi tersebut.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, Hanung Budya mengatakan kenaikan harga BBMsubsidi akan menguntungkan PT Pertamina (Persero). Pasalnya, kenaikan harga BBM subsidi tersebut akan membuat disparitas antara harga BBM subsidi dan BBM non subsidi semakin tipis sehingga masyarakat lebih tertarik membeli BBM non subsidi. Hal tersebut akan membuat keuangan Pertamina semakin kuat. “Kalo disparitas dikecilkan, cash flow Pertamina jadi lebih bagus,” kata Hanung di Jakarta.
Hanung menambahkan, selain berimbas pada keuangan Pertamina, kenaikan harga BBM bersubsidi juga akan menekan penyimpangan BBM bersubsidi.  Selama ini, harga BBM subsidi yang murah menarik oknum untuk menjual BBM bersubsidi ke industri, padahal sektor tersebut tidak boleh menggunakan BBM bersubsidi. “Solar public service obligation sekarang Rp 5.500. Bagi oknum menarik karena keuntungan besar. Kalau disparitas harga dikecilkan orang tidak tertarik buat menyimpangkan,” tambahnya.
Kenaikan harga juga akan mendorong pengembangan energi lain, seperti gas. Harga BBM yang murah karena disubsidi membuat harga energi lain dianggap jadi lebih mahal, padahal harga asli BBM jauh lebih mahal jika tanpa subsidi.  “Orang terdorong gunakan bahan bakar lain gas misalnya,” pungkas Hanung.

Gerus Dukungan Jokowi
Sementara itu Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menemukan tiga isu atau masalah yang harus diselesaikan kabinet Jokowi-JK dengan segera. ketiga isu tersebut ditemukan setelah LSI melakukan riset mengenai penantian publik terhadap kerja konkret kabinet Jokowi.
“Salah satu dari ketiga masalah tersebut adalah rencana kebijakan menaikkan harga BBM,” ujar peneliti LSI, Rully Akbar.
Menurut Rully kebijakan menaikkan harga BBM memang rasional. Naiknya harga BBM artinya dapat mengurangi beban fiskal akibat dari subsidi yang terlalu tinggi. Namun menurut Rully rasionalitas ekonomi tersebut tidak bisa dipararelkan dengan rasionalitas dukungan publik.
“Jika pemerintahan Jokowi menaikkan harga BBM, maka dukungannya akan merosot. Dukungan yang merosot tersebut berasal dari kelas ekonomi menengah bawah atau  wong cilik,” ujar Rully.
Hal tersebut dikarenakan dalam survei terbaru LSI, apabila kebijakan menaikkan harga BBM jadi dilakukan maka sebagian besar publik akan menyalahkan Jokowi.”51,20 persen publik menyalahkan Jokowi, sementara jauh di bawahnya publik menyalahkan DPR dan institusi seperti Pertamina,” ujar Rully.
Rully mengatakan, efek terhadap kalangan bawah tersebut akan berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah dukungan kepada Jokowi. Lantaran basis utama pendukung Jokowi adalah kalangan menengah. “Kita lihat apakah kabinet Jokowi mampu menambal kebijakan yang tidak populis dengan mengeluarkan kebijakan populis,” ujar Rully.
Rully berpendapat kebijakan menaikkan harga BBM dapat ditangkal dengan kebijakan Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Dengan catatan kebijakan tersebut mesti tepat sasaran. “Yang dengan KIS dan KIP, saya kira cuma itu satu satunya, karena kebijakan menaikkan harga BBM sepertinya sulit dihindari,” ujar Rully.
Riset LSI menggunakan metode quickpoll yang melibatkan 1.200 responden dan dipilih secara acak. Margin of error dalam riset 2,9 persen. Survei dilakukan di 33 provinsi dengan dibarengi penelitian kualitatif dengan metode analisis media, FGD, dan In depth Interview. [ira,ins]

Tags: