Pemerintah Tak Etis Larang Petani Tanam Tembakau

Foto: ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo menyebut tidak etis jika pemerintah memaksakan diri untuk melarang petani menanam tembakau. Sebab di sisi lain pemerintah tetap menarik cukai rokok yang cukup tinggi.
Jika harus dilarang tanam tembakau, kata Gubernur Soekarwo, pemerintah perlu menyiapkan tanaman pengganti. “Fungsi pemerintah sesuai konstitusi kita UUD 1945 adalah mengatur. Saat melarang, ya harus ada gantinya,” katanya usai membuka Musyawarah Daerah Dewan Kerajinan Daerah (Dekranasda) Provinsi Jatim di Hotel Mercure Grand Mirama Surabaya, Kamis (19/1).
Walaupun Dirut PTPN X dan XI menemuinya, mantan Sekdaprov Jatim ini menegaskan akan tetap pada pendiriannya. “Perlu ada tanaman pengganti,” ucapnya sambil menjelaskan tidak kurang enam juta penduduk Jatim bergantung pada industri rokok, termasuk para petani tembakau. Jatim tahun lalu juga menyumbang Rp 110 triliun dari cukai rokok.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi menegaskan lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Tembakau atau biasa disebut PP Tembakau tidak berisi larangan bagi petani untuk menanam tembakau. PP ini hanya dimaksudkan untuk mengendalikan dampak buruk dari produk tembakau.
“Dalam PP ini tidak ada satu poin pun yang mengatur soal petani tembakau dan PP ini juga tidak akan melarang pertanian tembakau, justru mendorong pengembangan diversifikasi produk tembakau,” katanya.
Nafsiah mengatakan, substansi PP ini bukan terletak pada bentuk larangan, melainkan pada regulasi dalam pengawasan peredaran produk tembakau. Ini karena produk tembakau membawa dampak buruk bagi kesehatan.
Selanjutnya, Nafsiah menerangkan, dampak produk tembakau perlu dikendalikan karena dapat menimbulkan kerugian keuangan bagi negara. Ini dapat terjadi lantaran negara harus mengeluarkan biaya lebih besar dibandingkan penerimaan dari produk ini.
“‘Kerugian itu mencapai Rp 231 triliun dalam satu tahun karena gangguan kesehatan, polusi dan lain-lain. Sedangkan pendapatan yang diperoleh negara dari produk tembakau hanya mencapai Rp 55 triliun,” ungkap dia.
Terkait dengan penolakan dari sejumlah pihak pada terbitnya PP ini, Nafsiah menganggap hal itu sebagai sebuah kewajaran. Namun demikian, dia meminta publik untuk melihat PP secara lebih luas, tidak hanya pada aspek industri.  [iib]

Tags: