Pemerintah Terus Menekan, Sekolah Bingung Selamatkan Nasib Siswa

2-sd-bermasalahSaat Sekolah-sekolah di Surabaya Mulai Sekarat
Kota Surabaya, Bhirawa
Surabaya dikenal sebagai surganya dunia pendidikan. Betapa tidak, anggaran dari pemerintah daerah telah cukup untuk membayar lunas kebutuhan siswa selama 12 tahun, mulai jenjang sekolah dasar hingga menengah atas. Sekolah-sekolah pun digelontor bantuan operasional tidak hanya dari pusat, melainkan juga daerah. Sayang, tidak semua sekolah di Surabaya bernasib baik. Sebagian di antara sekolah-sekolah ada yang terus berkembang, ada juga yang kini tengah sekarat. Itulah sebagian potret kelam dunia pendidikan di Surabaya.
Masih ingat kasus SMA Jaya Sakti Surabaya yang ngotot dari keputusan Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya agar segera merger karena tidak memiliki izin operasional? Akibatnya, 21 siswa sekolah tersebut pada Ujian Nasional (UN) jenjang SMA bulan lalu tak tercantum dalam Daftar Nominasi Tetap (DNT) alias gagal mengikuti ujian. Dindik menganggap 21 siswa itu adalah ‘siluman’, namun sekolah tetap saja yakin berada di atas kebenaran.
Nasib tragis juga dialami SMA Practica Surabaya tahun lalu. Sekolah di bawah naungan Yayasan Pendidikan (YP) Practica itu kini tak lagi memiliki gedung sekolah karena lahannya di daerah Pucamg, Surabaya telah dijual ke SMA Muhammadiyah 2 Surabaya. Hampir saja sekolah itu dimerger tahun lalu. Namun akhirnya pihak sekolah mempertahankan diri dengan menyewa gedung pembelajaran di SMA Ganiswara Jalan Jojoran dengan kondisi yang terlunta-lunta. Tak perlu berharap fasilitas nyaman di sana, tidak dimerger pemerintah saja tentu sudah sangat menggembirakan.
Dua potret sekolah itu bukanlah kali terakhir mimpi buruk dunia pendidikan di Surabaya. Kini satu lagi sekolah jenjang pendidikan dasar juga tinggal menunggu hari untuk tetap berdiri dengan dipaksa berpindah lokasi, atau memilih ditutup oleh Dindik Surabaya. Sekolah tersebut ialah SD Islam Terpadu (IT) Alma’ruf yang berlokasi di Jalan Tenggilis Mejoyo. Kondisi sekolah yang sekarat ini tak urung membuat suasana gaduh di antara 230 wali murid yang kini menitipkan anaknya di sana.
Berdiri diatas tanah fasum milik Yayasan Kas Pembangunan (YKP) Surabaya, SD Alma’ruf telah beroperasi sejak 2007 lalu. Setelah melalui perjuangan panjang, pada 2010 izin operasional akhirnya terbit dari Dindik Surabaya. Sayang, baru setahun setelah izin operasional itu terbit, pihak sekolah tak dapat memperbaruinya karena persoalan penggunaan tanah fasum.
“Sekolah kami memang belum terakreditasi, karena itu kami harus memperbarui izin operasional setiap tahun. Tapi sejak 2011 lalu, kami tidak dapat memperbarui izin dan pada Desember 2013 lalu Dindik meminta sekolah ini berpindah lokasi atau ditutup saja,” ungkap Mantan Kepala SD Alma’ruf Soleh yang baru dua bulan lalu berhenti dari jabatannya.
Sejak mendapat perintah tersebut, Soleh pun mengaku kebingungan. Pihak yayasan yang mendirikan sekolah tersebut tak mampu memenuhi permintaan Dindik. Namun wali murid terus mendesak sekolah tetap lanjut,  mereka tak mau dirugikan dengan nasib anak-anaknya. Berbagai upaya dilakukan, pihak pimpinan dan komite sekolah berusaha bernegosiasi dengan Dindik, Dinas Tanah dan Bangunan, dan DPRD Surabaya. Sayang, semua usaha tersebut belum membuahkan hasil yang sesuai harapan.
“Kami diminta untuk melakukan mutasi kolektif. Tapi ini jelas memberatkan wali murid karena harus membayar uang pendaftaran lagi. Sementara 28 nasib guru juga tak jelas akan kemana,” tutur dia. Saat ini, sekolah pun terancam tidak dapat menerima siswa baru pada tahun ajaran baru pada Juli mendatang.
Sejumlah komite sekolah pun menyayangkan hal semacam ini harus terjadi. Mewakili para wali murid, dia juga merasa kebingungan akan dikemanakan anak didiknya setelah sekolah itu ditutup. “Semestinya pemerintah memberi kami kesempatan untuk membantu sekolah mencari dana atau lokasi pindah. Atau setidaknya ada kompensasi dari pemerintah agar sekolah ini dan siswanya dapat diselamatkan,” tutur salah seorang komite sekolah yang enggan namanya disebut.
Dia menegaskan, wali murid tidak akan sepakat jika keputusan berakhir pada mutasi siswa kolektif. Sebab, wali murid harus menyediakan biaya lagi untuk mendaftarkan anak-anaknya ke sekolah lain. “Kalau tidak membayar uang gedung dan pendaftaran sih tak masalah. Tapi sebenarnyaa kami juga ingin membantu sekolah agar tetap bertahan,” ungkap dia.
Ketua II Dewan Pendidikan Kota Surabaya Isa Anshori menyatakan prihatin terhadap persoalan yang terus terulang. Dia menduga, persoalan-persoalan ini justru bukan pada substansi pendidikan, melainkan persoalan antara orang-orang di pemerintah dengan pengelola pendidikannya. “Kalau seperti ini terus, siswa dan wali murid yang akan menjadi korban,” ungkap dia.
Menurut Isa, keberadaan sekolah-sekolah swasta telah memberi kontribusi besar terhadap pendidikan di Surabaya. Karena itu, Dindik seharusnya tidak menjadi hakim yang sewaktu-waktu memvonis sekolah untuk dapat terus beroperasi atau ditutup. Sekolah-sekolah tersebut perlu mendapat pendampingan khusus. “Jika harus dipindah lokasinya, maka Dindik semestinya bisa memberi bantuan,” ungkap dia.
Bagaimana jika dimerger? Isa mengaku itu bukan solusi yang bisa dibenarkan. Sebab, secara psikologis akan mengganggu motivasi belajar siswa. Apalagi sampai dilakukan mutasi kolektif, bukan hanya siswa, nasib guru juga akan terkatung-katung. “Jangan anggap remeh motivasi belajar anak. Dalam sekolah itu ada hubungan psikologis yang terbangun antara anak dengan guru,” ungkap dia.
Kabid Pendidikan Dasar (Dikdas) Dindik Surabaya Eko Prasetyoningsih mengatakan, SDIT Alma’ruf tidak dapat dipertahankan lagi. Dari sisi aturan keberadaannya telah melanggar. Dengan demikian, sekolah tersebut hanya bisa bertahan sampai kenaikan kelas atau tahun ajaran baru ini. Dia mengaku telah membicarakan hal ini kepada pihak sekolah dan wali murid.
“Semua sudah sepakat. Keputusan ini juga kami berikan sesuai permohonan sekolah kalau tidak akan beroperasi lagi setelah kenaikan kelas ini,” ungkap dia. [tam]

Tags: