Pemilik Surat Ijo Surabaya Uji Matriil ke MK

Surat Tanah IjoPemkot Surabaya, Bhirawa
Gerakan Pejuang Hapus Surat Ijo Surabaya (GPHSIS) kini tengah mempersiapkan diri menghadapi sidang ketiga di Mahkamah Konstitusi (MK).
Sidang  tersebut sebagai tindaklanjut atas gugatan pemilik surat ijo terhadap Pemkot Surabaya  yang mengklaim sebagai pemilik tanah surat ijo.
“Kami belum tahu kapan pastinya sidang ketiga di MK ini. Namun berdasarkan koordinasi dengan  kuasa hukum, dalam sidang ketiga ini nantinya berupa pembuktian kepemilikan tanah surat ijo,” beber Ketua GPHSIS, Bambang Sudibyo kemarin
Ia menambahkan pihaknya sekarang sedang mengumpulkan sejumlah bukti yang akan dibawa dalam sidang MK. Dan pihaknya yakin, bahwa tanah yang ditempati warga pemegang surat ijo tersebut bukan milik pemkot. Sebab, selama ini pemkot asal mengklaim tanpa didukung dengan bukti kepemilikan yang kuat.
“Kami  berharap sidang di MK ini tuntas tahun ini. Diperkirakan  masih ada sekitar  3 hingga kali sidang lagi. Meski begitu kami berkeyakinan akan menang dalam gugatan di MK,” cetusnya.
Dalam kesempatan itu ia  mempertanyakan dengan dasar apa Pemkot Surabaya berani mengakui surat tanah ijo sebagai miliknya dan kini mau dijual ke masyarakat lewat perda pelepasan tanah surat ijo no 6 tahun 20I4.
Pasalnya hingga kini pemkot tidak mengantongi  surat  kepemilikan atas tanah  surat ijo yang mencapai 8.319.081,62 meter persegi. “Perda  dimana pemkot bisa menjual surat ijo jelas-jelas bertentangan dengan PP no: 38 tahun 2008. Yang namanya aset daerah, maka pemda lewat APBD melakukan pembelian terhadap obyek tertentu. Sedangkan surat ijo, pemkot membelinya? Kan tidak. Jadi jelas apa yang dilakukan pemkot ini melanggar aturan yang ada di atasnya,” bebernya.
Yang jelas, jika memang Pemkot Surabaya memiliki itikad baik mensejahterakan warganya, maka mereka yang berdiam di tanah surat ijo puluhan tahun itu bukannya disuruh membeli atas atas tanah tersebut. Apalagi harganya sesuai dengan NJOP (nilai jual obyek pajak) yang jelas-jelas membuat warga tak kuat membeli karena harganya sangat mahal.
Sebaliknya warga mengganti tanah tersebut sebatas kemampuannya atau istilahnya partisipasi pembangunan. Artinya, dari  mereka yang kaya hingga yang miskin bisa mendapatkan tanah tersebut sesuai dengan kemampuannya.
Dia mengakui di beberapa wilayah, sudah banyak perlawanan yang dilakukan pemegang surat ijo. Caranya dengan  cara tidak membayar  uang sewa kepada pemkot.
“Berdasarkan laporan,  sebanyak 70 persen dari pemegang surat ijo sekarang sudah tidak membayar sewa lagi pada pemkot alias memboikot. Mereka melakukan boikot atas kesadaran pribadi,” tegasnya.
Sementara itu Bagian (Kabag) Hukum Pemkot Surabaya  Ira Tursilowati mengatakan pihaknya memang sedang digugat oleh pemegang surat ijo. Dan kini masih sedang berlangsung. “Proses gugatan sedang berlangsung,” katanya.
Kepala Badan Pengelolaan  Tanah dan Bangunan, Maria Theresia Ekawati Rahayu mengatakan sejak disahkan perda pelepasan tanah surat ijo no 6 tahun 20I4, banyak masyarakat yang menempati tanah surat ijo mengajukan permohonan ke  pihaknya. Dan kebanyakan mereka yang mengajukan itu adalah penghuni surat ijo yang ada di kawasan Perak.
Menurut Yayuk, perda pelepasan aset semangatnya adalah memberi kesempatan masyarakat untuk dapat menikmati dengan mengajukan permohonan hak atas tanah yang selama ini menjadi obyek izin pemakaian tanah.
Namun, karena pemerintah kota terikat dengan regulasidi atasnya, yakni PP 27 tahun 2014 sebelumnya PP No. 6 tahun 2006, maka  pihaknya tidak bisa membuat kebijakan yang bertentangan.
“Seluruh aset tercata di Simbada (Sistem Informasi Manajemen Barang dan Asset Daerah), maka pelepasan aset tunduk pada mekanisme pelepasan aset daerah,” papar alumnus Fakultas Hukum Unair.
Sebagaimana diatur dalam perda 61 tahun 2014, tentang pelepasan  asset tanah surat hijau, hanya untukluasan dibawah 250 meter persegi. Masyarakat harus harus mengganti dengan nilai 100 nilai jual objek pajak (NJOP).
Dan uang pengganti kepemilikan tanah surat ijo akan langsung masuk kas Pemkot Surabaya. Mereka yang berhak mengajukan permohonan adalah yang menempati  tanah harus dimiliki selama 20 tahun berturut-turut. Selain itu, bila memiliki lebih dari satu persil, warga hanya bisa membebaskan satu persil. [dre]

Tags: