Peminat Turun, SMA/SMK Swasta Khawatirkan Motivasi Belajar Siswa

Banyak Pagu Belum Terisi, Pendaftaran Dibuka Hingga Akhir Juli
Surabaya, Bhirawa
Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang SMA/SMK negeri di Jatim telah usai. Jumlah pagu pun sudah terpenuhi. Utamanya di daerah Surabaya, Sidoarjo dan Gresik, serta beberapa Kota lainnya. Sayangnya, hal ini berbanding terbalik dengan kondisi PPDB di SMA/SMK swasta di Surabaya.
Sebab menjelang pembukaan kalender pendidikan, 13 Juli 2020 mendatang, sejumlah sekolah masih membutuhkan siswa. Dari informasi yang didapat hanya tiga sekolah yang jumlah pagunya terisi penuh. Seperti SMK Wijaya Putra Surabaya, SMA/SMK Saint Louis dan SMK Teknik PAL Surabaya.
Kepala SMK Wijaya Putra, Sugeng menjabarkan, sekolah swasta kini tengah kesulitan dalam mendapatkan siswa. Bahkan dari forum Whatsapp Grup (WAG) kepala sekolah ada sekolah yang hanya dapat enam siswa.
“Jadi yang terisi masih 40% hingga 50%. Kebanyakan sekolah swasta baru terisi segitu. Padahal ini mau kalender pendidikan baru. Khawatirnya masyarakat atau siswa motivasi untuk mengenyam pendidikan atau belajar menurun di tengah wabah Covid 19 ini,” ujar dia, Rabu (8/7).
Bahkan, katanya, MKKS SMK swasta juga telah mencari informasi siswa dari mitra keluarga di Dinas Pendidikan Jatim, namun tak mendapat apa yang dibutuhkan. Sehingga pendaftaran PPDB di beberapa sekolah swasta akan dibuka hingga MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) nanti.
“Kami sudah sharing, bahkan Ketua MKKS mencari informasi ke sekolah negeri pun tetap tidak ada perubahan (penambahan) pagu. Karena jumlah lulusan SMP 32 ribu, SMA/SMK negeri kuota sekitar 16 ribu. Sisanya harusnya sangat cukup untuk masuk sekolah swasta. Tapi ini malah sepi peminat,” kata Sugeng.
Sementara itu, di SMK Wijaya Putra hanya dua jurusan yang masih menyisahkan pagu. Yakni teknik komputer jaringan kurang enam siswa dan akuntansi kurang dua siswa. Sisanya (jurusan) sudah penuh semua. Jurusan Multimedia malah membuang banyak karena kuotanya sudah melebihi. Tapi masih banyak juga sekolah yang jurusan multimedianya belum terpenuhi.
Kebutuhan siswa dalam PPDB SMA/SMK swasta juga dialami SMK dr Soetomo. Hingga kini proses pendaftaran siswa baru pun masih dilakukan. Terutama untuk jurusan baru Produksi Film yang masih terisi 27 siswa dari kuota yang diberikan 40 siswa.
“Tinggal jurusan Produksi Film masih kurang dikit lagi, jurusan lainnya seperti Akuntansi, Perhotelan, Pemasaran dan Multimedia sudah penuh kuotanya. Kami akan membuka pendaftaran terus. Karena mungkin tim guru film juga kurang gencar promonya,” ungkap Kepala SMK Dr Soetomo, Juliantono.
Dikatakan pria yang akrab disapa Anton ini, kendati jurusan baru namun pihaknya telah menyiapkan tenaga pendidik profesional dari industri kreatif. Selain itu, fasilitas sarana prasarana juga telah mencukupi. Terlebih SMK dr Soetomo sudah dua kali produksi Film Bioskop yang mana 50% menggunakan peralatan shooting milik sekolahan.
“Kami datangkan tenaga pendidik salah satunya kameramen film kelas I pada zamannya dari Jakarta yang menghasilkan 50 film bioskop. Juga akademisi film Jogya, kita juga sudah kerjasama dengan industri film PH Air Films. Jadi tinggal jurusan produksi film saja yang masih dibuka kuotanya, mungkin jurusan baru dan semoga segera terisi,” pungkasnya.
Sementara itu, kekurangan siswa juga terjadi di SMA Muhammadiyah X Surabaya. Dari total 250 pagu yang disediakan hanya terisi 235 siswa. Sehingga akan tetap membuka pendaftaran hingga pagu terpenuhi, yaitu sampai akhir Juli ini.
“Tahun lalu lebih satu pagu, lebih satu kelas, sampai harus bikin kelas baru. Tahun ini justru malah 15 bangku yang belum terisi. Jadi kami akan buka sampai akhir bulan Juli ini,” terang Waka Humas SMAMX, Suardi.

Tata Kelola Sekolah dan Kapasistas Ekonomi Pengaruhi Turunnya Minat
Terpisah, adanya penurunan jumlah peminat SMA/SMK swasta diktakan Ketua Dewan Pendidikan Jatim, Prof Akh Muzakki karena beberapa faktor. Yakni, tata kelola sekolah swasta yang berbeda dengan negeri. Jika negeri ada BPOPP (Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan), hal tersebut tidak bisa dinikmati sepenuhnya oleh siswa swasta. Bantuan BPOPP untuk swasta diakui Prof Muzakki, tak dapat mengkover seluruh kebutuhan sekolah swasta.
“Hal itu diperparah oleh kapasitas ekonomi warga yang semakin menurun di tengah pandemi ini. Sebab hal ini paling terasa dampaknya di kota – kota urban. Dibanding di daerah pinggiran. Ini tentu saja arahnya pada biaya sekolah,” jelasnya.
Sementara jika dilihat dari faktor dampak pandemi, dimana sistem pembelajaran diarahkan daring, ia menilai jika hal itu kecil pengaruhnya. Sebab, data dari KPAI menunjukkan tren keinginan siswa untuk sekolah lebih tinggi dibanding guru dan orangtua untuk kembali bersekolah.
“Karena bagaimanapun mereka ingin mendapatkan komunikasi lewat daring ataupun luring ini tetap saja kebutuhan dan mereka sangat menikmati itu,” jelas dia. [ina]

Tags: