Pemkab Malang Bongkar 18 Lapak PKL Banjararum

Lapak PKL Banjararum di Jalan Raya Mondoroko, Kec Singosari, Kabupaten Malang rata dengan tanah setelah dibongkar paksa. [cahyono/bhirawa]

Lapak PKL Banjararum di Jalan Raya Mondoroko, Kec Singosari, Kabupaten Malang rata dengan tanah setelah dibongkar paksa. [cahyono/bhirawa]

Kab Malang, Bhirawa
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang akhirnya membongkar 18 lapak Pedagang Kaki Lima (PKL) Banjararum, yang berada ditepi Jalan Raya Mondoroko, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang dengan menggunakan dua alat berat ekskavator.
Pembongkaran lapak tersebut, karena Dinas Pengairan kabupaten setempat akan melakukan normalisasi saluran irigasi.  Sejak tahun 2002, para pedagang sudah menempati lapak yang berdiri di atas saluran irigasi. Para PKL tidak kuat untuk melawan, karena Dinas Pengairan menurunkan 250 orang untuk mengamankan jalannya pembongkaran lapak tersebut, baik dari Satpol PP, TNI/Polri, dan Damkar.
“Kami pasrah mas, lapak saya dibongkar paksa oleh Pemkab Malang, sebab untuk melakukan perlawanan sangat tidak mungkin. Karena PKL Banjararum hanya 18 orang, sedangkan Pemkab Malang menurunkan pengamanan ratusan orang. Sehingga jumlahnya tidak seimbang, PKL 18 orang melawan 250 orang,” ujar salah satu PKL Banjararum Suprihatin, Senin (14/3), kepada sejumlah wartawan.
Hingga saat ini, lanjut dia, PKL Banjararum belum mendapatkan tempat baru, sementara Pemkab Malang hanya menjanjikan pembinaan. Meski saat itu, Pemkab menawarkan ongkos untuk pembongkar lapak, tapi semua PKL menolaknya. Sehingga semua lapak dibongkar paksa oleh Pemkab. Pembongkaran lapak PKL Banjararum dinilai tidak adil, karena lapak PKL yang berada di Jalan Raya Karanglo, Kecamatan Singosari atau di depan PT Bentoel tidak dilakukan pembongkaran.
“Padahal  lapak tersebut juga berdiri diatas saluran irigasi milik Dinas Pengairan Kabupaten Malang. Sehingga apa yang dilakukan Dinas Pengairan tebang pilih, terus mana keadilannya, yang katanya membela wong cilik,” papar Suprihatin.
Sementara itu, Koordinator PKL Bajararum Darsono mengaku, dirinya bersama teman-teman PKL sepakat memang tidak menerima penawaran ongkos bongkar. Karena yang dibutuhkan bukan ongkos bongkar, melainkan lahan pengganti untuk berjualan, agar para PKL tetap bisa mendapatkan rezeki untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
“Penolakan diberikan ongkos bongkar lapak, karena demi harga diri. Dan jika menerima uang ongkos bongkar sebesar Rp 1 juta bukan menyelesaikan masalah. Sebab, uang Rp 1 juta tidak cukup untuk menyewa lapak,” tegasnya.
Darsono juga menyayangkan sikap Pemkab Malang yang dalam pembongkaran lapak PKL Banjararum pilih kasih. Terbukti, masih banyak lapak PKL di wilayah Kabuaten Malang yang berdiri di atas saluran irigasi. Seperti di wilayah Kecamatan Gondanglegi terdapat puluhan bangunan kios diatas saluran irigasi, lalu kios di sekitar Pasar Tumpang berdiri di trotoar jalan, tapi kenapa kok dibiarkan oleh Pemkab.   Darsono menambahkan, dirinya dan PKL Banjararum yang lainnya sudah mengadukan ke anggota DPRD Kabupaten Malang, namun tidak bisa memberikan solusi.
“Begitu juga salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang sebelumnya menentang pembongkaran lapak PKL, tapi hingga injury time pembongkaran tidak ada reaksi sama sekali. Kami curiga jika mereka sudah dikondisikan dengan yang punya kepentingan atas tanah yang berada di belakang lapak PKL Banjararum tersebut,” tandas Darsono. [cyn]

Tags: