Pemkab Malang dan APTRI Minta Presiden RI Ajak Investor Beli Gula Lokal Petani

Ketua DPD APTRI Kabupaten Malang, Dwi Irianto [cahyono/Bhirawa]

Kab Malang, Bhirawa
Gula milik petani tebu di Kabupaten Malang seberat 62 ribu ton, yang kini berada didua gudang Pabrik Gula (PG) Krebet Baru di wilayah Kecamatan Bululawang dan PG Kebonagung di wilayah Kecamatan Pakisaji, kabupaten setempat, hingga kini belum terjual. Hal ini disebabkan, kebijakan pemerintah memasukkan gula impor, sehingga berdampak pada gula lokal tidak laku terjual.

Karena masih puluhan ribu ton gula yang belum terjual di gudang dua PG tersebut, maka Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Kabupaten Malang menyurati Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo, agar memberikan solusi gula milik petani tebu Kabupaten Malang bisa terjual.

Bupati Malang HM Sanusi, Selasa (26/1), saat dikonfirmasi di luar Ruang Anosapati Kantor Pemkab Malang mengatakan, jika pihaknya akan menyurati Presiden RI agar gula milik petani tebu di Kabupaten Malang bisa mendapatkan solusi. Karena puluhan ribu ton milik petani tebu itu, kini masih berada di dua gudang PG Krebet Baru dan PG Kebonagung, yang mana hingga kini belum terjual.

“Kami berkirim surat ke Presiden yakni untuk mendesak Presiden menekan investor yang mana pada bulan Juli 2020 sudah meneken kontrak untuk membeli gula dari petani lokal, tapi mereka batalkan,” ungkapnya.

Dan tidak hanya investor yang belum membeli gula lokal, kata dia, para pedagang gula dan pengepul gula juga tidak mau membeli gula yang ada di dua PG tersebut. Padahal sebelumnya, investor itu sudah berjanji dan meneken kontrak, namun setelah gula impor masuk ke Indonesia, lalu mereka membatalkan pembelian gula lokal. Dan agar gula seberat 62 ribu ton yang berada di dua PG bisa segera terjual, maka dirinya bersama APTRI Kabupaten Malang meminta bantuan Presiden agar mendesak investor untuk menempati janjinya.

Belum terjualnya gula tersebut, tegas Sanusi, tentunya ini telah merugikan petani tebu di Kabupaten Malang. Karena para petani tebu itu, harapannya hanay gula bisa terjual, sehingga untuk bisa menutupi kebutuhan ekonominya. “Apalagi masa Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) seperti sekarang ini, sebagai masa sulit untuk mendapatkan uang. Dan bahkan, sebagian petani harus menutupi utang, serta untuk menutupi kebutuhan sehari-sehari,” ujarnya.

Ditempat yang sama, Ketua DPD APTRI Kabupaten Malang Dwi Irianto menjelaskan, jika APTRI Kabupaten Malang menyurati Presiden RI, yakni dengan alasan agar gula yang masih tertimbun di PG Krebet Baru dan PG Kebonagung bisa dibeli investor atau pedagang maupun pengepul. Dan untuk saat ini, pedagang dan  pengepul gula lokal tidak berani membeli gula dari petani lokal. “Sebab adanya Gula Kristal Rafinasi (GKR), serta gula mentah yang diimpor dari luar negeri,” jelasnya.

Ditegaskan, selama adamya fgula impor masuk ke Indonesia, maka pedagamg dan pengepul gula tidak berani membeli gula lokal, karena harganya lebih mahal jika dibandingkan gula impor, yakni gula impor kini harganya Rp 7000 per kilogram. Sedangkan gula lokal harganya mencapai Rp 10.800 per kilogram. Dan untuk Harga Eceran Tertinggi (HET) kini mencapai Rp 12.000 per kilogram.

“Hanya ada satu cara untuk menjual puluhan ribu stok gula milik petani di Kabupaten Malang, yakni memaksa investor yang sudah berjanji membeli agar menepati komitmennya. Dan untuk memaksa investor itu harus segera membeli gula lokal, tentunya harus ada campur tangan Presiden RI,” papar Dwi. [cyn]

Tags: