Pemkab Sidoarjo Harus Dirikan Shelter Isolasi di Semua Kecamatan

Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo Dhamroni Chudlori saat memberikan keterangan. [achmad suprayogi/bhirawa]

Sidoarjo, Bhirawa
Melihat kondisi sekarang, Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Sidoarjo mestinya sudah harus mendirikan shelter isolasi di semua wilayah kecamatan atau minimal eks kawedanan guna menyelamatkan nyawa warga Sidoarjo yang terinfeksi virus corona.

Hal tersebtu disampaikan Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo, Dhamroni Chudlori saat ditemui di ruang kerjanya. Pasalnya sampai saat ini Pemkab Sidoarjo baru membuka dua shelter isolasi, yakni di hotel Delta Sinar Mayang yang berkapasitas 60 orang dan di gedung Puskesmas lama Kecamatan Sedati yang mampu menampung 70 orang.

“Yang butuh shelter isolasi itu bukan hanya warga di wilayah Kecamatan Sidoarjo dan Sedati saja. Tapi semuanya. Terus apa warga Jabon yang terinfeksi Covid-19 harus jauh-jauh dibawa sampai ke Sedati sana,” katanya.

Menurutnya, selama ini keberadaan shelter-shelter isolasi itupun juga kurang efektif lantaran lemahnya sistem pemetaan data oleh Gugus Tugas terhadap warga yang melakukan isolasi mandiri (isoman) di rumahnya masing-masing.

“Kalaupun Pemkab punya, datanya pasti tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Karena tidak semua orang yang isoman lapor. Dan kalaupun lapor, lapornya juga kemana?,” tandas legislator PKB.

Ia mendorong Pemkab untuk mengaktifkan kembali relawan-relawan desa yang khusus bertugas untuk menangani masalah pandemi Covid-19 ini termasuk dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan.

“Segera bentuk relawan desa itu. Tapi Juklak dan Juknis (petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis-red) nya harus jelas. Tugas dan fungsi mereka apa, dan orang-orang itu harus mendapatkan pelatihan sesuai dengan bidangnya. Jadi bukan untuk pasang portal di jalan-jalan desa,” ujarnya.

Lanjutnya, yang terpenting, peran relawan desa tersebut membantu berjalannya proses 3T terhadap warganya yang meliputi Testing, Tracing dan Treatment. Selain itu mereka juga yang melakukan mapping alias pemetaan terhadap warga yang menjalani Isoman.

“Dengan begitu khan jelas, mana warga yang melakukan isoman karena benar-benar terinfeksi corona berdasarkan hasil test. Lalu bagaimana treatment yang harus diberikan pada mereka berdasarkan hasil pantauan riil di lapangan,” tutur Dhamroni.

Misalnya, terkait kondisi kesehatannya saat itu. “Punya komorbid atau tidak, terus saturasi oksigennya berapa. Kalau memang parah ya harus segera dirujuk. Dan Rumah Sakit harus terima pasien itu, jangan ditolak karena alasan penuh,” katanya.

Kalau pun demikian dengan yang masih bisa isoman. “Lihat dulu kondisi rumahnya. Kalau memang masih memungkinkan di rumah ya silahkan, tinggal bagaimana pemantauan rutinnya termasuk soal penyaluran bantuan makanan bagi mereka,” ujar Dhamroni lagi.

Namun kalau rumahnya sempit dengan jumlah kamar tidur dan kamar mandi yang terbatas, apalagi jumlah orang yang berdiam di dalam rumah itu cukup banyak, maka orang tersebut harus segera dievakuasi agar bisa benar-benar diisolasi.

“Soal tempatnya bisa di ruang isolasi di desa tersebut atau jika perlu ya dikirim ke shelter isolasi terdekat. Karena itu keberadaan shelter isolasi di tiap kecamatan atau eks kawedanan itu penting. Asalnya disana juga dilengkapi alat kesehatan yang memadai, minimal tabung oksigen serta tenaga medis yang punya keahlian,” pungkas Dhamroni. [ach]

Tags: