Pemkab Sidoarjo Siapkan Perda Pendapatan Desa

Perda Pendapatan DesaSidoarjo, Bhirawa
Agar pemerintahan desa dalam mengelola anggaran APBN yang dikucurkan untuk desa tak salah arah dan lebih aman. Sehingga tak terkena permasalahan hukum dalam pengelolaannya. Pemkab Sidoarjo memberikan rambu-rambu melalui Peraturan Daerah (Perda) tentang Sumber Pendapatan Desa (SPD).
Demikian ditegaskan Kabag Hukum Sekretariat Pemkab Sidoarjo, Heri Soesanto SH saat menggelar dialog konsultasi publik pembentukan Perda tentang SPD, di Ruang Delta Wicaksana Sekretariat Pemkab Sidoarjo, kemarin (18/6). Mereka yang ikut terlibat dalam dialog publik itu sebanyak 53 orang, diantaranya dari akademisi, para wakil dari desa, kecamatan serta dari tokoh masyarakat.
Menurutnya, kegiatan ini sebenarnya untuk menindaklanjuti UU Nomer 6 tahun 2014 tentang Desa. Hal ini merupakan salah satu program nasional untuk memberikan rambu-rambu atas dikucurkannya dana APBN ke desa-desa. Sebelumnya dana yang didapat hanya dari dana perimbangan APBD. Bagian Dana Alokasi Desa (DAD) itupun hanya 10% dari DAU (Dana Alokasi Umum).
Kini ada prosentase dana kucuran dari pusat selain dari daerah, sebagai kontribusi pembangunan yang ada di desa. Dalam rangka untuk mendukung program itu haruslah dipersiapkan produk hukumnya atau rambu-rambunya. Adapun pertimbangan dalam draft Perda SPD yang telah dibahas tadi, mempertimbangkan bahwa desa berhak memperoleh pendapatan desa, untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan, pembangunan, pembinaan dan pemberdayaan kemasyarakatan. Juga untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan desa serta kemandirian desa itu sendiri. ”Jadi dalam pengelolaan anggaran desa itu harus ada kepastian hukumnya,” katanya.
Raperda SPD yang dipersiapkan terdiri dari VI Bab, 25 Pasal. Pasal-pasal yang paling krusial menjadi pembahasan diantaranya Bab II mengenai sumber pendapatan desa, yang bersumber dari PAD (Pendapatan Asli Desa), dana desa, bagi hasil pajak dan retribusi daerah. Juga dari ADD (Alokasi Dana Desa), bantuan keuangan pemerintah daerah dan provinsi, termasuk hibah dan sumbangan yang tak mengikat dari pihak ketiga. Serta dari pendapatan desa yang sah. ”Adapun jenis-jenis pendapatan asli daerah meliputi hasil usaha desa, hasil aset desa dan swadaya serta partisipasi masyarakat dari hasil gotong-royong,” jelas Heri Soesanto. [ach]

Tags: