Pemkab Sumenep Gelar Kirab Keris Pusaka Keraton

Kirab Keris Pusaka Keraton

(Kenang Sejarah Kejayaan) 

Sumenep, Bhirawa
Pemerintah Kabupaten Sumenep menggelar kirab pengembalian pusaka keris Keraton setempat setelah dilakukan jamasan atau pembersihan di Desa Aeng Tongtong, Kecamatan Saronggi. Pengembalian pusaka itu dipimpin langsung oleh sesepuh empu keris, Mohammad Anwar dan diikuti oleh sejumlah empu serta warga setempat, Senin (17/9).
Prosesi pengembalian keris Keraton Sumenep itu terlaksana secata hidmat dengan iring-iringan musik tradisional Saronin dari depan Mesjid Jamik menuju Pendopo Agung setempat. Di Pendopo Agung, rombongan empu dan warga diterima langsung oleh Bupati setempat, A. Busyro Karim, Wabup, Ach Fauzi, Sekdakab, Edy Rasiyadi, Sekjen Forum Silaturrahmi Keraton se-Nusantara (FSKN), Raden Ayu Yani Soekotjo dan anggota Forpimda serta sejumlah kepala OPD setempat.
“Jamasan dan kirab keris pusaka Keraton ini salah satu tujuannya, bagaimana kita mengangkat kembali dan memperkuat program pemerintah utamanya yang berhubungan dengan Visit Sumenep 2018. Jamasan dan kirab keris seperti ini sudah dua tahun kita laksanakan,” kata Bupati Sumenep, A. Busyro Karim.
Ia menya.paikan, kegiatan seperti ini juga diharapkan tidak hanya dihadiri oleh FSKN, tapi juga bisa dihadiri oleh pihak Kementerian, agar bisa memperkuat program daerah seperti Visit Sumenep 2018 ini. Program unggulan pemerintah daerah ini dimulai sejak tahun ini dengan maksud untuk meningkatkan kunjungan wisata ke Bumi Sumekar ini. “Semoga, kedepan dari Kementerian juga bisa menyaksikan kegiatan seperti ini. Sebab, tujuan kami untuk mendukung program kami di daerah,” harap Busyro.
Busyro menerangkan, jamasan dan kirab keris ini bisa mengenal dan mengenang kembali sejarah Sumenep. Sebab, keris ini sudah menjadi simbol di era kerajaan masa silam. Pada zaman kerajaan, empu keris terpusat di Desa Aeng Tongtong dan Desa Karang Duak. “Pada masa penjajahan dulu, keris hasil buatan empu dari Desa Aeng Tongtong itu tidak hanya di kenal secara nasional tapi diluar negeri. Ini yang ingin kami kembalikan dimasa saat ini,” tambahnya.
Sejak tahun 1970 an, sambungnya, keris ini mulai bangkit kembali dan saat ini pemerintah mulai akan mengangkat kembali agar keris ini bisa menjadi barang istimewa dan memperkuat ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat, termasuk pemerintahan kabupaten ujung timur Pulau Garam ini. “Saat ini harga keris relatif beragam, ada yang sampai Rp15 juta per pusaka. Oleh sebab itu mari kita kembalikan masa kejayaan keris dimasa silam itu,” tegasnya.
Sebelumnya, sejumlah empu keris Desa Aeng Tongtong melakukan jamasan keris (pembersihan keris) yang dihadiri Bupati Sumenep dan Wakil Bupati serta sejumlah kepala OPD setempat (Minggu, 16/9). J
amasan keris itu, hanya dilakukan setiap tahun baru Islam atau pada bulan Muharram, kalender hijriyah. Dan sudah berlangsung secara turun temurun. Keris yang dijamas itu, milik warga setempat dan pusaka Keraton Sumenep.
“Jamasan keris yang kami lakukan bukan mengada-ngada, tapi sudah sejak nenek moyang kami. Awalnya, tertutup untuk keperluan masing-masing warga. Saat ini, ada prosesi terbuka, dan termasuk pusaka keraton yang dilakukan jamasan dan saat ini kami lakukan proses pengembalian ke Keraton,” kata sesepuh empu Desa Aeng Tongtong, Mohammad Anwar.
Prosesi jamasan keris diawali dengan pengumpulan air dari tujuh sumur kuno pada tanggal 1 Muharram. Hingga saat ini, sumur kuno itu masih ada diberbagai tempat, seperti di Lembung, Langsar, Talang dan salah satunya air dari Keraton Sumenep. Air tersebut dicampur dengan kembang tujuh rupa.
Tujuh air sumur dan tujuh warna kembang itu disatukan. “Makna dari tujuh itu melambangkan kehidupan. Seperti, tujuh langit, tujuh bumi, dan tujuh masa. Semua itu diajarkan oleh nenek moyang kami,” paparnya.
Selain itu, lanjut Anwar, ada pengharum yang sengaja diambilkan dari Keraton Sumenep yakni dupa atau kemenyan keraton. Proses pelaksanaan jamasan keris atau pusaka lainnya juga dilakukan pada tujuh Suro yang merupakan lambang kehidupan manusia. [sul]

Tags: